Dede sumarni
31112780
3db10
Makalah Perbankan di Era Globalisasi Dan AFTA
2015
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1.4 Tinjauan Literatur
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Globalisasi dan AFTA.
2.2 Siapkah Indonesia menghadapi AFTA di tahun
2015?
2.3 Kekuatan Human Capital Indonesia di ASEAN
2.4 Kebijakan Pemerintah dan Daya Saing Indonesia
di ASEAN
2.5 Pembangunan Infrastruktur
2.6 Langkah yang harus dilakukan Indonesia dalam
mengahdapi AFTA 2015.
2.7 Bonus demografi Indonesia.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Globalisasi saat ini sangat di rasakan di berbagai negara, termasuk Indonesia. Di era globalisasi saat ini jarak dan waktu sudah tidak menjadi masalah lagi. Disamping itu kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan yang sangat berkembang dengan itu berbagai negara berlomba-lomba untuk membuat inovasi baru di berbagai bidang dan memajukan ilmu pengetahuan.
Globalisasi saat ini sangat di rasakan di berbagai negara, termasuk Indonesia. Di era globalisasi saat ini jarak dan waktu sudah tidak menjadi masalah lagi. Disamping itu kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan yang sangat berkembang dengan itu berbagai negara berlomba-lomba untuk membuat inovasi baru di berbagai bidang dan memajukan ilmu pengetahuan.
Adanya
globalisasi juga berpengaruh kepada perekonomian Indonesia. ASEAN Free Trade
Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk
membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing
ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi
dunia serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya.
AFTA dibentuk
pada waktu Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun
1992. Awalnya AFTA ditargetkan ASEAN FreeTrade Area (AFTA) merupakan wujud
dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas
perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN
dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia akan dicapai dalam waktu
15 tahun (1993-2008), kemudian dipercepat menjadi tahun 2003, dan terakhir
dipercepat lagi menjadi tahun 2002. Skema Common Effective Preferential Tariffs
For ASEAN Free Trade Area ( CEPT-AFTA) merupakan suatu skema untuk
mewujudkan AFTA melalui : penurunan tarif hingga menjadi 0-5%, penghapusan
pembatasan kwantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya.Perkembangan
terakhir yang terkait dengan AFTA adalah adanya kesepakatan untuk menghapuskan
semua bea masuk impor barang bagi Brunai Darussalam pada tahun 2010, Indonesia,
Malaysia, Philippines, Singapura dan Thailand, dan bagi Cambodia, Laos, Myanmar
dan Vietnam pada tahun 2015.
AFTA ibarat dua
mata pisau ibarat 2 buah mata pisau
bagi Indonesia, bisa menjadi peluang yang membawa manfaat dan berkah (land
of opportunities) juga bisa menjadi musibah (loss of opportunities).
Kita akan menjadi produsen yang banyak mengekspor atau justru menjadi sasaran
empuk para importir.
Bagiamana nasib
Indonesia nanti ketika ASEAN Free Trade Area (AFTA) 2015 mulai diberlakukan?
Jika menyimak kondisi terakhir dewasa ini, boleh jadi Indonesia akan menjadi
negara yang “gagap” menghadapi AFTA 2015
karena belum memiliki kesiap siagaan cukup kuat. Jangan-jangan, pemberlakukan
AFTA 2015 nanti bisa menimbulkan “bencana”
yang dapat menimbulkan banyak kerugian bagi masyarakat Indonesia.
RUMUSAN MASALAH
1. Apakah
Indonesia siap melakukan AFTA tersebut ?
2. Apa hambatan Indonesia dalam menghadapi AFTA?
3. Langkah – langkah apa saja yang bisa diambil oleh Indonesia dalam menghadapi AFTA?
4. Adakah keunggulan demografi Indonesia dalam menghadapi AFTA 2015?
2. Apa hambatan Indonesia dalam menghadapi AFTA?
3. Langkah – langkah apa saja yang bisa diambil oleh Indonesia dalam menghadapi AFTA?
4. Adakah keunggulan demografi Indonesia dalam menghadapi AFTA 2015?
TUJUAN
1.Mengetahui
Indonesia siap atau tidak dalam melakukan AFTA.
2.Mengetahui hambatan yang akan dialami Indonesia dalam menghadapi AFTA.
3.Mengetahui langkah-langkah yang diambil Indonesia untuk menghadapi AFTA.
4. Mengetahui apakah Indonesia mempunyai keunggulan dalam letak demografinya.
2.Mengetahui hambatan yang akan dialami Indonesia dalam menghadapi AFTA.
3.Mengetahui langkah-langkah yang diambil Indonesia untuk menghadapi AFTA.
4. Mengetahui apakah Indonesia mempunyai keunggulan dalam letak demografinya.
TINJAUAN LITERATUR
Globalisasi
adalah meluas dan meningkatnya hubungan ekonomi, sosial dan budaya yang
melewati batas-batas internasional. Hal ini terkait dengan konsep
interdependensi yang berarti ketergantungan timbal balik: rakyat dan pemerintah
dipengaruhi oleh apa yang terjadi di manapun, oleh tindakan rekan lainnya di
negara lain. Dengan demikian, terjadi interaksi timbal balik dan integrasi
antar actor-aktor yang melintasi batas-batas negara. Globalisasi merupakan
suatu proses meletakkan dunia di bawah satu unit yang sama tanpa dibatasi oleh
garis dan kedudukan geografi sebuah negara.
Melalui proses
ini, dunia tidak lagi ada batas-batas sehingga memungkinkan interaksi diantara
manusia dapat dilakukan dalam tempo yang singkat. Globalisasi juga dapat
dipahami sebagai proses lahirnya suatu masyarakat global, suatu dunia yang
terintegrasi secara fisik melampaui batas-batas negara, blok-blok ideologis dan
lembaga-lembaga ekonomi politik. Secara preskripsi, globalisasi dapat dimaknai
bahwa globalisasi meliputi liberalisasi pasar global dan pasar internasional
dengan asumsi bahwa arus perdagangan bebas, modal dan informasi akan menciptakan
hasil yang terbaik bagi pertumbuhan dan kemakmuran manusia.Dalam bidang
ekonomi, perkembangan teknologi dan informasi mendorong pesatnya interaksi
ekonomi antar negara melalui perdagangan, arus financial dan migrasi penduduk
maupun perusahaan yang melahirkan integrasi ekonomi dunia. Globalisasi ekonomi
ini bercirikan adanya unsur terpenting yakni proses globalisasi capital.
Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa globalisasi adalah munculnya masyarakat global yang
menyatu dalam bidang ekonomi, politik, lingkungan dan kebudayaan yang mana
dapat masyarakat di belahan dunia yang lain. Akibat perkembangan teknologi
informasi, komunikasi, dan transportasi maka pertumbuhan ekonomi, politik,
teknologi dan kebudayaan sangatlah cepat dengan aktor-aktor individu,
komunitas, pengusaha, dan pemerintah di seluruh dunia yang saling terhubung.
Menurut Baylis dan Smith (2006), globalisasi dapat dijelaskan melalui aspek-aspek inheren yang menjelaskan globalisasi sebagai proses global yakni:
1.
Komunikasi
: globalisasi merupakan proses yang ditandai maraknya pertumbuhan jaringan
komputer, media elektronik dan sejenisnya yang memungkinkan terjadinya
interaksi lintas batas dan limit waktu yang menakjubkan.
2.
Organisasi
: globalisasi merupakan wujud perluasan organisasi dalam berbagai bidang dan
lintas batas geografis dalam satu kepentingan yang sama. Perusahaan
Multinasional, World Intellectual Property Organization merupakan representasi
organisasi dengan aktivitas multilateral.
3.
Ekologi
: isu global lingkungan menjadi tema bersama bagi seluruh bangsa di dunia
sebagai persoalan yang membutuhkan jalan keluar bersama. Seperti masalah
menipisnya lapisan ozon bumi, global warming, kerusakan hutan.
4.
Produksi
: biasa dikenal produksi global atau pabrik global yang menciptakan hasil usaha
melalui proses bertahap dan melibatkan banyak negara dalam penyelesaian proses
hasil produksinya. Seperti produksi sepeda motor, mobil, microelektronik.
5.
Militer
: tiada batas wilayah yang tidak dapat ditembus oleh kemampuan militer sebuah
Negara atau organisasi internasional.
6.
Everyday
thinking : masyarakat dunia baru menyadari apabila dunia ini benar-benar
wilayah tunggal yang didiami secara bersama sejak diterbitkannya foto dunia
yang diambil dari luar angkasa.
Globalisasi
ekonomi dan sistem pasar bebas dunia menempatkan Indonesia bagian dari sistem
tersebut. Pada kompetisi tingkat ASEAN saja, kita dituntut benar-benar siap,
apalagi menghadapi persaingan dunia. Indonesia dengan jumlah penduduk lebih
dari 200 juta orang akan merupakan pangsa pasar yang potensial.
Bisnis baru akan
banyak muncul, baik yang merupakan investasi dalam negeri maupun yang merupakan
investasi modal asing. Fakta menunjukkan bahwa akhir-akhir ini Indonesia
“kebanjiran” barang-barang luar negeri seperti dari Cina, Taiwan dan Korea yang
relatif murah harganya. Dengan demikian, perusahaan-perusahaan Indonesia tidak
hanya bersaing dengan perusahaan didalam negeri namun mereka mau tidak mau
harus bersaing dengan perusahaan Multinasional dan perusahaan-perusahaan dari
negara lain.
Perusahaan-perusahaan
Indonesia dituntut mampu bersaing secara profesional pada skala dunia (global)
supaya dapat tetap survive dan bahkan berkembang. Kotter (1992) mengingatkan
bahwa globalisasi pasar dan kompetisi menciptakan suatu perubahan yang sangat
besar. Strategi yang tepat harus diaplikasi untuk meraih keberhasilan melalui
pemanfaatkan peluang-peluang yang ada pada lingkungan bisnis yang bergerak
cepat dan semakin kompetitif.
Banyak perusahaan-perusahaan di dunia dan di Indonesia telah menyadari hal tersebut dan memilih strategi perusahaan yang tepat. Namun tidak sedikit pula dari mereka yang tidak memperhitungkan implikasi langsung strategi perusahaan tersebut terhadap sumber daya manusia.
Pembentukan AFTA
ditujukan untuk meningkatkan daya tarik ASEAN sebagai basis produksi melalui
pengembangan pasar regional. AFTA diwujudkan dengan cara menghilangkan
hambatan-hambatan perdagangan, berupa tarif maupun non tarif dalam waktu 15
tahun kedepan terhitung tanggal 1 Januari 1993 dengan menggunakan skema Common
Effective Preferential Tariff (CEPT) sebagai mekanisme utamanya.
Untuk memperbaiki
dan memperkuat aturan-aturan pelaksanaan skema CEPT menjadi lebih menarik bagi
para pebisnis dan investor potensial di kawasan, CEPT Rules of Origin serta
Operational Certification Procedures telah direvisi dan mulai dilaksanakan pada
1 Januari 2004.
Hal-hal yang disempurnakan adalah:
1.
Metode standar penghitungan local/ASEAN content.
2.
Prinsip-prinsip penentuan biaya dari ASEAN serta pedoman untuk
metodologi penghitungan biaya.
3.
Perlakuan terhadap barang-barang atau material lokal
(locally-procured).
4.
Perbaikan terhadap proses verifikasi, termasuk verifikasi langsung
(on-site verification).
Sidang AEM ke-38 bulan Agustus 2006 telah menyepakati untuk memberlakukan penghapusan hambatan non-tarif (non tariff barriers), mulai tanggal 1 Januari 2008 bagi ASEAN-5 (Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand), dan mulai tanggal 1 Januari 2010 bagi Filipina, serta tanggal 1 Januari 2013 bagi CLMV (Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam). Di bidang fasilitasi perdagangan, pada tahun 2006 ASEAN menyepakati beberapa kebijakan, yaitu: harmonisasi “tariff nomenclature” dengan penyeragaman sistem klasifikasi tarif; penyederhanaan dan penyelarasan prosedur pemeriksaan kepabeanan melalui ASEAN e-custom, ASEAN Single Window, , serta persetujuan ASEAN Customs Declaration Documents; dan perkembangan terakhir pelaksanaan AFTA ditandai dengan konversi dari ASEAN Harmonized Tariff Nomenclature (AHTN) 2002 ke AHTN tahun 2007, yang untuk sementara prosesnya telah diselesaikan oleh Indonesia dan Thailand.
BAB II PEMBAHASAN
Globalisasi dan
AFTA.
Masyarakat
di dunia saat ini sedang menghadapi globalisasi yang semakin deras dan
kesepakatan pasar bebas yang semakin meluas. Dengan adanya globalisasi jarak
yang jauh dan waktu sudah tidak menjadi masalah lagi. Globalisasi adalah suatu
keadaan yang mendunia dimana hubungan sosial dan saling ketergantungan antar
negara dan antar manusia semakin besar, batas-batas kedaulatan suatu negara dan
bangsa menjadi kabur serta keputusan atau kegiatan dibelahan dunia yang satu
dapat mempengaruhi keputusan belahan dunia yang lain.
Proses globalisasi dari sisi ekonomi merupakan sebuah perubahan perekonomian dunia yang sifatnya itu mendasar dan akan terjadi terus dalam laju yang semakin pesat mengikuti kemajuan teknologi yang juga semakin pesat perkembangannya. Perkembangan tersebut sudah meningkatkan hubungan saling ketergantungan dan juga semakin mempertajam persaingan antar negara.
Globalisasi
ekonomi ditandai dengan semakin menipisnya batas-batas kegiatan ekonomi atau
pasar secara nasional atau regional, tetapi semakin mengglobal menjadi “satu”
proses yang melibatkan banyak negara.Suka atau tidak suka semua negara akan
terikat oleh sistem ekonomi global. AFTA (Asean Free Trade Area) merupakan
contoh, siap atau tidak siap tidak ada lagi alasan dan juga tidak ada lagi
jalan tikus bagi Indonesia untuk menghindarkan diri dari AFTA.
AFTA adalah
adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor barang bagiBrunai
Darussalam pada tahun 2010, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapura dan
Thailand,dan bagi Cambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam pada tahun 2015. Kerjasama
AFTA bertujuan untuk meningkatkan daya saing produk ASEAN di pasar dunia
danmenciptakan pasar seluas-luasnya untuk menstimulus peningkatan FDI (Foreign
Direct Investment ) di kawasan Asia Tenggara. Kerjasama ini
pada awalnya hanya beranggotakan enam negara yaitu Indonesia, Singapura, Brunei
Darussalam, Thailand, Filipina, dan Malaysia. Tetapi pada
perkembangannya, AFTA memperluas keanggotaanya dengan masuknya anggota baru yaitu
Vietnam (1995), Laos dan Myanmar (1997), serta Kamboja (1999).
Globalisasi
ekonomi dan sistem pasar bebas dunia menempatkan Indonesia bagian dari sistem
tersebut. Pada kompetisi tingkat ASEAN saja, kita dituntut benar-benar siap,
apalagi menghadapi persaingan dunia. Indonesia dengan jumlah penduduk lebih
dari 200 juta orang akan merupakan pangsa pasar yang potensial. Bisnis baru
akan banyak muncul, baik yang merupakan investasi dalam negeri maupun yang
merupakan investasi modal asing. Fakta menunjukkan bahwa akhir-akhir ini
Indonesia “kebanjiran” barang-barang luar negeri seperti dari Cina, Taiwan dan
Korea yang relatif murah harganya. Dengan demikian, perusahaan-perusahaan
Indonesia tidak hanya bersaing dengan perusahaan didalam negeri namun mereka mau
tidak mau harus bersaing dengan perusahaan Multinasional dan
perusahaan-perusahaan dari negara lain.
Perusahaan-perusahaan
Indonesia dituntut mampu bersaing secara profesional pada skala dunia (global)
supaya dapat tetap survive dan bahkan berkembang. Kotter (1992) mengingatkan
bahwa globalisasi pasar dan kompetisi menciptakan suatu perubahan yang sangat
besar. Strategi yang tepat harus diaplikasi untuk meraih keberhasilan melalui
pemanfaatkan peluang-peluang yang ada pada lingkungan bisnis yang bergerak cepat
dan semakin kompetitif.
Banyak
perusahaan-perusahaan di dunia dan di Indonesia telah menyadari hal tersebut
dan memilih strategi perusahaan yang tepat. Namun tidak sedikit pula dari
mereka yang tidak memperhitungkan implikasi langsung strategi perusahaan
tersebut terhadap sumber daya manusia.
Globalisasi
adalah suatu kenyataan dan akan mempunyai dampak langsung maupun tidak langsung
pada kebanyakan aspek bisnis di Indonesia. Untuk memenangkan persaingan di
pasar global, perusahaan harus berupaya antara lain dalam layanan yang luar
biasa pada pelanggan, pengembangkan kemampuan-kemampuan baru, produk baru yang
inovatif, komitmen karyawan/wati, penge¬lolaan perubahaan melalui kerja sama
kelompok. Perusahaan ditun¬tut berpikir global (think globally dan act
locally) serta mempunyai visi dan misi yang jauh berwawasan ke depan.
Siapkah Indonesia menghadapi AFTA di tahun
2015?
Berlakunya
AFTA 2015 akan memberikan dampak yang serius terhadap perekonomian Indonesia.
Indonesia harus memaksa dirinya untuk menjadi negara yang mampu berdayasaing
tinggi dengan negara-negara anggota ASEAN lainnya. Banyak kalangan yang
beranggapan, bahwa Indonesia belum seratus persen siap menghadapi AFTA 2015.
Menghadapi AFTA
2015 ibarat pertarungan tinju yang beda kelas (amatir melawan profesional).
Kalau boleh jujur, masyarakat Indonesia belum sepenuhnya memahami dampak yang
luar biasa dari AFTA 2015. Penyebab yang paling mendasar adalah sosialisasi
yang dilakukan pemerintah belum terasa gaungnya. Jangankan di tingkat
masyarakat kelas bawah, kalangan menengah ke atas pun belum memahami sepenuhnya
dampak yang luar biasa dari AFTA 2015. Padahal pemahaman tentang berlakunya
AFTA 2015 menjadikan masyarakat Indonesia untuk mempersiapkan sejak dini agar
menjadi pelaku yang mampu berdayasaing dalam bidang ekonomi. Karena, menghadapi
AFTA 2015 berarti siap menghadapi liberalisasi ekonomi yang dirasa masyarakat
Indonesia belum siap untuk menerimanya.
Menurut saya,
saya meragukan Indonesia akan siap dan mempu bersaing dengan negara lain di
ASEAN, karena daya saing produk ataupun sumber daya manusia yang masih kalah
bersaing dengan produk impor lainnya, dan dikhawatirkan dari produk import itu
akan mematikan produk dalam negeri. Minimnya fasilitas, masih terbengkalainya
penyediaan sarana infrastruktur, dan lemahnya daya saing, serta ketergantungan
terhadap barang import yang menjadi alasannya.
Kalau kita belum siap menghadapinya, Indonesia akan dihajar habis oleh negara lain di ASEAN, seperti Thailand, Singapura yang telah mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya dalam menghadapai AFTA 2015 sejak dini. Seperti di Negara Thailand, sosialisasi terhadap masyarakat pun dilakukan secara besar-besaran di berbagai media. Kalau Indonesia? Nanti dulu. Hanya sebatas di forum-forum resmi yang hanya diketahui kalangan intelektual saja. Kita lebih mengetahui tentang gaungnya Piala Dunia 2014 dan Pemilu 2014.
Kalau kita belum siap menghadapinya, Indonesia akan dihajar habis oleh negara lain di ASEAN, seperti Thailand, Singapura yang telah mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya dalam menghadapai AFTA 2015 sejak dini. Seperti di Negara Thailand, sosialisasi terhadap masyarakat pun dilakukan secara besar-besaran di berbagai media. Kalau Indonesia? Nanti dulu. Hanya sebatas di forum-forum resmi yang hanya diketahui kalangan intelektual saja. Kita lebih mengetahui tentang gaungnya Piala Dunia 2014 dan Pemilu 2014.
Ketidaksiapan
Indonesia menghadapi AFTA 2015 akan memberikan bencana perekonomian.
Lalu-lintas produk negara-negara ASEAN yang diklaim lebih berkualitas akan
menggeser daya saing produk Indonesia.
Bagi yang tidak
memiliki kesiapsiagaan (modal kuat, pengetahuan dan kreatifitas) boleh jadi
akan “hangus” disapu oleh awan panas yang meletup dari “Gunung
Globalisasi” dan “Gunung AFTA 2015″.
Wakil Sekjen
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Franky Sibarani mengatakan, pelaksanaan
Komunitas Ekonomi Asean (Asean Economic Community/AEC) pada Desember 2015 bisa
menjadi awal lonceng kematian bagi industri nasional Bahkan, dampaknya
dikhawatrikan lebih parah jika dibandingkan dengan pelaksanaan kerja sama
perdagangan bebas Asean-Tiongkok (Asean-China Free Trade Agreement/ACFTA) yang
dimulai 1 Januari 2010. “Hal itu akan terjadi jika tidak ada persiapan yang
matang sejak sekarang,” ujar Franky dalam keterangannya. Menurut dia, dalam
pelaksanaan ACFTA, Indonesia setidaknya bisa merasakan manfaat dengan
terbukanya potensi akses pasar ke Tiongkok yang memiliki 1,4 miliar jumlah
penduduk. Sedangkan dalam rencana AEC, Indonesia justru berpotensi menjadi pasar
besar bagi negara Asean lainnya karena memiliki penduduk 40% dari total
populasi Asean. Apalagi, AEC menjadikan Asean sebagai pasar tunggal. ( Dikutip dari : kemenperin.go.id ).
Meskipun begitu
Indonesia jangan berbangga hati dulu karena masih banyak kendala dan
kelemahan yang dimiliki diantaranya daya saing, infrastruktur yang dianggap
masih dian lemah, sumber daya manusianya yang masih banyak yang belom
berkualitas.
Jika menyimak
kondisi terakhir dewasa ini, boleh jadi Indonesia akan menjadi negara yang “gagap” menghadapi AFTA 2015 karena belum memiliki
kesiap siagaan cukup kuat.
Nah dibawah ini adalah uraian hambatan yang
dihadapi oleh Indonesia dan harus dibenahi secepatnya.
Kekuatan
Human Capital Indonesia di ASEAN
Walau memiliki
jumlah penduduk paling besar di ASEAN, jika dari sisi kekuatan human
capital, Indonesia terbilang masih tertinggal dengan beberapa negara
tetangga. Hal itu dapat dilihat dari angka Human Development Index (HDI)
yang diukur berdasarkan beberapa indikator (pendidikan, angka harapan hidup dan
pendapatan nasional). Memang benar, dalam beberapa tahun terakhir ini angka HDI
Indonesia yang diumumkan secara rutin oleh United Nations Development
Programme (UNDP) terus mengalami peningkatan. Namun angka HDI Indonesia
terbilang masih rendah, yakni hanya sebesar 0,629 dan tergabung dalam kelompok
negara dengan HDI katagori Medium human development.
Sumber : Human
Development Report 2013 UNDP
Dari tabel di
atas terlihat jelas, dari 10 negara lainnya di Asia Tenggara, HDI Indonesia
hanya berada pada urutan ke-6 di Asia Tenggara dengan ranking HDI pada urutan
ke-121 di dunia (berdasar perhitungan UNDP). Meski Indonesia memiliki sumber
daya alam yang banyak dan lebih besar, HDI Indonesia masih jauh dibawah
Singapura yang memiliki HDI=0,895 dengan ranking 18 dan Brunei HDI=0,855 dengan
ranking=30 yang bisa tampil sangat baik dalam kelompok negara dengan HDI
katagori Very high human development.
Sedang human
capital yang dimiliki Malaysia juga cukup jauh di atas Indonesia karena
memiliki angka HDI sebesar 0,769 (ranking=64) dan tergolong dalam kelompok
negara dengan HDI katagori High human development. Thailand, Philipina
dan Indonesia memang sama–sama tergabung dalam kelompok negara dengan HDI
katagori Medium human development. Namun HDI Thailand dan Philipina
masih berada di atas Indonesia. Kondisi tersebut tentu sangat memprihatinkan
karena human capital yang dimiliki Indonesia hanya sedikit di atas Timor
Leste, Kamboja dan Myanmar. Pendek kata, dari sisi human capital dalam
menghadapi AFTA 2015, Indonesia masih lemah atau kalah kuat dengan Singapura,
Brunei, Malaysia, Thailand dan Philipina.
Kualitas manusia
yang baik akan memungkinkan penggunaan teknologi baru yang bisa meningkatkan
kualitas dan produktivitas kerja. Keadaan tersebut dapat menekan biaya produksi
yang sangat penting yang dapat meningkatkan daya saing komoditi yang
dihasilkan.
Seperti yang
diuraikan diatas Indonesia itu adalah negara ASEAN yang mempunyai penduduk
terbesar. Tetapi tidak dapat disangkal bahwa kualitas sumber daya manusia
Indonesia masih jauh lebih rendah dari rata-rata negara ASEAN. Keadaan itu
dikarenakan fasilitas pendidikan yang kurang memadai dan juga penguasaan bahasa
asing yang masih menjadi kendala sehingga transfer ilmu pengetahuan dan
teknologi menjadi lambat.
Kebijakan
Pemerintah dan Daya Saing Indonesia di ASEAN
Selain memiliki human
capital yang masih lemah, kebijakan pembangunan pemerintah Indonesia
sendiri belum benar-benar memiliki keberpihakan kepada kepentingan publik. Dari
politik anggaran misalnya, berdasar penelitian penulis di berbagai daerah,
alokasi dana APBD cenderung dihabiskan untuk memenuhi kebutuhan rutin aparatur
daerah, terutama untuk memenuhi belanja pegawai. Sedang alokasi dana APBD untuk
pembangunan infrastruktur fisik (pendidikan, jalan, jembatan dan teknologi)
rata-rata masih jauh lebih kecil dari belanja pegawai. Bahkan, banyak daerah
yang terancam bangkrut karena alokasi belanja pegawai sangat besar mencapai sekitar
70% dari total APBD.
Dari sisi
dukungan infrastruktur terhadap usaha kecil di Indonesia masih tergolong belum
baik. Dalam penyaluran kredit perbankan misalnya, dari 56,5 juta Usaha Kecil
dan Menengah (UKM) di Indonesia baru sekitar 14,69% yang dapat memperoleh
pinjaman bunga lunak dari Program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Sementara
kebijakan pemerintah juga dinilai kurang berpihak sektor UKM jika melihat
penyusunan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
(MP3EI). Bahkan, MP3EI malah dianggap berlawanan dengan UUD 1945, khusuhnya
terkait pemain ekonomi yang diakui negara.
Dari sisi kultur
birokrasi, proses pelayanan publik masih sering dikeluhkan lamban dan hal itu
diperparah lagi kuatnya perilaku korupsi aparatur pemerintah. Tengok saja angka
Corruption Perceptions Index (CPI) 2013 yang dikeluarkan Transparency
International, Indonesia masih tergolong kuat korupsinya.
Sumber Corruption
Perception Index (CPI) 2013.Faktor-faktor yang menyebabkan daya saing Indonesia
terus menurun disamping investor yang tak kunjung datang disebabkan
infrastuktur yang buruk, ketidakefisienan birokrasi, keterbatasan akses
pendanaan, kebijakan tidak stabil/ inkonsistensi kebijakan, stabilitas ekonomi
makro, pendidikan dasar dan kesehatan dan kesiapan ekonomi.
Pembangunan
Infrastruktur
Salah satu kendala tersebut adalah kendala pembangunan
infrastruktur. Pemerintah belum berhasil dalam pembangunan infrastuktur
seperti pembangunan infrastruktur untuk transportasi massal yang terintegrasi
dan infrastruktur transportasi umumnya untuk keseluruhan wilayah Indonesia.
Kegagalan pembangunan infrastuktur tersebut berdampak pada high cost economy
dan lemahnya daya saing produk Indonesia di luar negeri. Artinya, pada MEA 2015
nanti Indonesia hanya menjadi surga bagi produk asing tetapi tidak mampu
bersaing dengan negara ASEAN lain dalam meraih investasi asing langsung karena
lemahnya daya saing daerah akibat terkendalanya pembangunan infrastruktur.
Kendala pembangunan infrastruktur disebabkan antara lain oleh
faktor korupsi yang relatif tinggi hingga 40% yang terjadi di birokrasi,
kendala pembebasan lahan, infrastruktur, pendanaan dan biaya logistik.
Rata-rata biaya logistik di Indonesia 17% dari total biaya produksi, sedangkan
Singapura hanya 6% dan Malaysia 8%.
Sebenarnya untuk kendala pembebasan lahan, pemerintah sudah
mengatasinya dengan munculnya UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah
bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, dimana yang dimaksud dengan tanah
untuk kepentingan umum di antaranya adalah tanah yang dimanfaatkan untuk jalan
umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api, dan
fasilitas operasi kereta api, pelabuhan dan bandar udara. Namun hingga
sekarang, UU tersebut belum cukup ampuh untuk penyediaan tanah bagi pembangunan
infrastruktur. Kendala lainnya adalah rendahnya kemampuan pemerintah dalam
mengalokasikan anggaran belanja termasuk belanja modal.
Langkah
yang harus dilakukan Indonesia dalam mengahdapi AFTA 2015.
Sumber
Daya Manusia.
Peningkatan
pengembangan sumber daya manusia perlu dilakukan semaksimal mungkin. Dengan
sumber daya manusia yang berkualitas Indonesia dapat memanfaatkan kondisi
persaingan yang semakin meningkat.
Dalam rangka
menghadapi AFTA usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia
harus lebih ditingkatkan. Dalam hal ini adalah kebijakan pengembangan
pendidikan merupakan bagian yang sangat penting terutama yang meyangkut dengan
keterampilan.
Disini dapat
dilakukan dengan pengembangan sekolah kejuruan dan politeknik perlu perhatian
yang lebih besar dalam menyiapkan tenaga kerja yang berpengetahuan dan
terampil.Disamping itu juga peningkatan kesehatan masyarakat juga sangat
penting dalam meningkatkan produktivitas kerja.
Meningkatkan
efisiensi dalam negeri.
Usaha yang harus
dilakukan untuk meningkatkan daya saing komoditi ekspor Indonesia dipasar
komoditi adalah melalui peningkatan efisiensi produksi dalam negeri. Dengan
cara itu biaya produksi rata-rata dari setiap produk dapat ditekan serendah
mungkin. Selain itu akan memungkinkan Indonesia untuk menekan harga jual luar
negeri sehingga daya saing komoditi akan lebih kuat.
Kondisi yang
diinginkan adalah adanya persaingan yang sehat antara sesame pengusaha dan
tidak ada distorsi harga bahan baku. Selain itu, biaya non produksi harus
dikurangi sebanyak mungkin sehingga biaya produksi secara keseluruhan dapat
ditekan.
Dengan ditekannya
harga bahan baku biaya produksi secara umum dapat ditekan yang pada gilirannya
akan berpengaruh besar terhadap daya saing komoditi tersebut di luar negeri.
Melakukan
pembentukan organisasi pelaksana AFTA.
AFTA merupakan
kegiatan baru dalam kerjasama ASEAN yang tentu saja harus didukung oleh
struktur organisasi yang kuat agar pelaksanaannya dapat berjalan dengan lancar.
Struktur organisasi yang kuat sangat diperlukan karena AFTA harus dilaksanakan
dengan aik, adil dan terarah sehingga msing-masing negara dapat menikmati
manfaatnya secara maksimal dan merata.
Diperlukan juga
pengawasan yang ketat untuk menjaga jangan sampai terjadi kecurangan dalam
melaksanakan perdagangan yang akan merugikan suatu negara. Organisasi atau
komunitas ASEAN yang dibentuk adalah AEC. ASEAN Economic Community (AEC) akan menyebabkan lalu-lintas perdagangan
bebas (AFTA) 2015 di kawasan ASEAN menjadi tanpa kendala.
AEC
Blueprint merupakan
pedoman bagi negara-negara anggota ASEAN dalam mewujudkan integrasi ekonomi
kawasan. AEC Blueprint memuat empat pilar utama yaitu:
1.
ASEAN
sebagai pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal yang didukung dengan elemen
aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran modal
yang lebih bebas.
2.
ASEAN
sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi tinggi, dengan elemen peraturan
kompetisi, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan intelektual, pengembangan
infrastruktur, perpajakan, dan e-commerse.
3.
ASEAN
sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata dengan elemen
pengembangan usaha kecil dan menengah, dan prakarsa integrasi ASEAN; dan
4.
ASEAN
sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan perekonomian global
dengan elemen pendekatan yang koheren dalam hubungan ekonomi di luar kawasan,
dan meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi global.
AEC dapat memberikan peluang bagi Indonesia pertama
membuka peluang bagi Indonesia untuk memanfaatkan aliran modal yang masuk ke kawsan
yang kemudian di tempatkan di asset berdominasi rupiah.
Yang kedua jika AEC 2015 sukses dilaksanakan maka akan
menjadikan kawasan di ASEAN memiliki potensi ekonomi yang tinggi dan tentu saja
hal tersebut banyak menarik minat para investor untuk menanamkan modalnya di
kawasan ASEAN.
Yang ketiga dengan adanya AEC juga akan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi di Indonesia dan negara lainnya yang berada di kawasan
ASEAN. Dengan adanya pembentukan pasar yang lebih besar dapat membuka lapangan
pekerjaan yang lebih luas di kawasan ASEAN dan diharapakan hal tersebut dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di negaranya.
Yang keempat kawasan di ASEAN merupakan negara pengekspor
sumber daya alamnya maupun barang elektronik. Diharapkan dengan meningkatnya
harga komoditas di pasar dunia, maka akan menciptakan surplus transaksi
perdagangan di kawasan ASEAN.
Kelima terbukanya
peluang pemanfaatan teknologi diantara negara anggota.
Perbaikan
dalam bidang keamanan dan pengawasan makanan.
Menurut saya dalam hal ini pengawasan keamanan pangan di
Indonesia sangat lemah. Karena apa? Karena banyak buah import dan makanan
lainnya yang masuk ke Indonesia yang mengandung formalin tidak terdeteksi oleh
lembaga pengawasan dan keamanan pangan Indonesia.
Selain buah juga ada sayuran import yang memiliki kadar
pestisida yang tinggi yang lepas dari lembaga pengawasan dan keamanan pangan. Pasar Bebas ASEAN memang masih di
tahun 2015. Tetapi tidak dapat dipungkiri, produk-produk negara ASEAN sudah
masuk ke Indonesia, termasuk buah, sayuran segar, dan pangan lainnya. Nah, jika
pemerintah sudah lemah pengawasannya, tentu kita lah sebagai konsumen yang
pro-aktif melindungi diri kita sendiri dan perlu adanya peran dari kementrian pertanian Indonesia yang perlu
diperketat di pintu masuk import, sebelum barang tersebut masuk ke supermarket
Indonesia dan menjadi konsumsi masyarakatnya sebaiknya melakukan pengujian
terhadap barang ataupun bahan makanan yang akan masuk ke Indonesia.
Mengkreasikan
kewirausahaan/UMKM .
Para pemimpin
seharusnya yakin bahwa kewirausahaan mampu untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi.hal ini juga harus diikuti dengan para pemimpin bisnis dan wirausahawan
yang kreatif.
Di Indonesia UKM
mempunyai peranan yang perannya dalam penciptaan atau pertumbuhan strategis
dalam pembangunan, hal ini ditunjukkan kesempatan kerja dan sebagai salah satu
sumber dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang penting bagi pertumbuhan Produk
Domestik Bruto Nasional (RPJPN) 2005-2025 yang dinyatakan bahwa untuk
memperkuat daya saing bangsa salah satu kebijakan pembangunan dalam jangka
panjang adalah memperkuat perekonomian domestic berbasis keunggulan
masing-masing wilayah menuju keunggulan kompetitif. Namun untuk menghadapi
krisis ekonomi global dan perdagangan bebas multilateral (WTO), regional (AFTA),
kerjasama informal APEC, dan ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun 2015,
UKM dituntut untuk melakukan pembahan guna meningkatkan daya saingnya agar
dapat terus berjalan dan berkembang. Salah satunya adalahdengan cara
menggunakan teknologi informasi (TI).
Penggunaan Tl
dapat meningkatkan transformasi bisnis melalui kecepatan, ketepatan dan
efisiensi pertukaran informasi dalam jumlah yang besar. Studi kasus di Eropa
juga menunjukkan bahwa lebihdari 50% produktifitas dicapai melalui investasi di
bidang TI. UKM dikatakan memiliki daya saing global apabila mampu menjalankan
operasi bisnisnya secara reliable, seimbang, dan berstandar tinggi.
Berbagai kelemahan UMKM perlu segera
diperbaiki. Berdasar data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KUKM)
tahun 2011, usaha mikro 98,82%, kecil 1,09%, menengah 0,08%, dan usaha besar
hanya 0,01%. Sementara itu, sumbangan sektor tersebut ke produk domestik bruto
(PDB): usaha mikro 29,74%, kecil 10,46%, menengah 14,53%, dan usaha besar
mencapai 45,27%. Ini menunjukkan kinerja UMKM belum sesuai harapan. Hal
pertama yang perlu dibenahi adalah inovasi yang lemah.
Padahal, inovasi itu adalah kunci utama memenangkan
persaingan. Untuk sektor pangan contohnya, kemasan produk pangan dari Malaysia
jauh lebih baik dan didesain menarik dibanding produk kita. Dan di pasar
swalayan banyak dijumpai produk Malaysia bersertifikat mutu internasional,
sedangkan produk UMKM kita tampil apa adanya. Meski produk berfungsi sama,
variasi produk, daya tarik kemasan menjadi faktor pembeda yang mempengaruhi
keputusan pembelian. Ini perlu disadari UMKM Indonesia dan segera dibenahi agar
bersaing di tingkat global.
Sedikit sekali UMKM dijalankan anak muda. Golongan muda lebih
mengandalkan ijazah mereka untuk bekerja daripada mencoba berusaha sendiri.
Berbagai latihan ketrampilan, manajemen, dan diklat teknis lain sesuai
kebutuhan penting diadakan periodik. Dalam jangka pendek, SDM diperkuat dengan
pendampingan terintegrasi.
UMKM merupakan salah satu motor pengerak
perekonomian nasional. UMKM penting dilindungi dan dikembangkan lebih
besar untuk menopang pertumbuhan ekonomi masyarakat. Penguatan UMKM mutlak
dilakukan sebelum diberlakukannya AFTA di tahun 2015. Karena kita ingin melihat
UMKM nasional mampu menjadi tuan di negeri sendiri dan menjadi tamu terhormat
di negeri orang.Contohnya adalah :
Industri kreatif kaos oblong.
Produk
industri kreatif kaos oblong di Indonesia dapat bersaing, karena keunikan tema
yang diusung. Joger sudah menjadi oleh-oleh khas Bali. Belum ke Bali, jika
belum berkunjung dan berbelanja produk Joger.
Selain
itu, kekhasan lokal dapat pula diolah menjadi pembeda produk kaos oblong
dibandingkan dengan negara-negara lain. Produk kaos distro tetap dinanti
konsumen, karena produsen giat melakukan penggalian budaya lokal yang dikemas
ulang supaya berterima di kalangan konsumen muda, contoh: Ojie Oblong yang
produk kaos distro yang mengusung ikon, simbol dan kode tanda kebudayaan
Betawi, Disun (Distro Sunda) yang mengusung kearifan lokal
kebudayaan sunda, Mahanagari merupakan cerminan apa yang ada
di Kota Bandung: distro ini berusaha untuk mendidik masyarakat Bandung sendiri
tentang kotanya.
Selain
itu, produk kaos distro dapat mengusung tema keagamaan. Melihat mayoritas
penduduk Indonesia beragama muslim, Ada brand bernama Ralij yang
berkarakter muslim. Relight The Spirit of Our Religion, demikian
kepanjangan dari Ralij. Produk Ralij sudah
menembus pasar Malaysia, Brunei Darussalam dan beberapa negara di semenanjung
Arab yang terdapat banyak pemeluk agama islamnya. Tiap daerah dapat membentuk
karakter kaos oblong yang menjadi ciri khas agar menjadi identitas pembeda
dalam memasarkan produknya di AFTA.
Kekayaan budaya Indonesia yang kaya dapat terus didorong agar lebih berani ditampilkan dalam produk-produk industri kreatif busana, garmen dan label kaos oblong. Jika mendiang Nelson Mandela saja bangga dan percaya diri mengenakan batik. Itu dapat disimpulkan, jika produk budaya Indonesia sudah diakui di pentas dunia. Jadi, mari menatap AFTA 2015 dengan percaya diri bahwa produk-produk industri kreatif Indonesia mampu bersaing.
Industri
Kreatif dan Perancang Busana Indonesia
Geliat
industri kreatif di Indonesia kini membuat pemerintah cepat tanggap. Pemerintah
Republik Indonesia membentuk kemenparekraf (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif). Di bawah koordinasi kemenparekraf dipetakan kekuatan dan peluang
industri kreatif di Indonesia.
Industri
kreatif Indonesia punya kekuatan dan potensi dalam untuk bersaing di AFTA 2015.
Didiet Maulana dengan tenun ikatnya mampu bersaing di kancah global, bahkan
melalui lini produknya IKAT dikenakan sebagai pakaian resmi di peserta APEC
2013. Masih ingat dengan mendiang Nelson Mandela? Ia salah satu tokoh dunia
yang cinta dengan batik dan selalu mengenakan batik di acara-acara resmi. Mandela
mulai mengenal batik saat ia hadir di pertemuan APEC di Bogor, sejak itu batik
justru identik dengan Mandela.
Film Catching
Fire yang diangkat dari novel trilogi (Hunger Games, Catching Fire dan Mockingjay)
Suzanne Collins merekam kisah sukses perancang muda Indonesia. Ia adalah Tex
Saverio. Pemeran utama film tersebut, Katniss mengenakan gaun-gaun yang
dirancang oleh Tex Saverio. Sebelumnya, Tex Saverio sudah mencetak prestasi
internasional saat gaunnya dikenakan oleh Lady Gaga untuk pemotretan majalah Harpers
Bazaar.
Melihat contoh dari sedikit perancang busana tersebut tidak berlebihan rasanya, jika industri kreatif Indonesia dalam bidang busana dapat bersaing di AFTA 2015.Keunikan dan ciri khas para perancang busana dalam menggali nilai-nilai lokal dapat memberikan positioning dan differentiation dibandingkan negara-negara peserta AFTA. Untuk mendukung industri kreatif di bidang busana pemerintah RI perlu membangun sinergi dengan para perancang yang menggunakan keunikan lokal dalam menghasilkan karya. Tenun ikat, batik, serat alami, sarung, kain songket beberapa contoh kekhasan Indonesia yang dapat dijadikan pembeda dengan produk-produk para negara pesaing.
Bonus demografi Indonesia.
Bonus
demografi yang besar sudah sewajarnya dimaksimalkan oleh pemerintah RI. Jika
negara lain saja, tidak ingin melewatkan kesempatan terhadap jumlah penduduk
Indonesia yang besar dalam rangka memasarkan produk atau jasa, agak
membingungkan kalau pemerintah RI justru menyia-yiakan bonus demografi
tersebut. Jumlah penduduk 250 juta merupakan salah satu daya saing untuk
menarik investor dalam dan luar negeri.
Bonus demografi akan menjadi kesempatan berharga dan peluang bagi
negara yang sedang berkembang seperti Indonesia untuk meningkatkan
kesejahteraan. Dalam hitungan ekonomi nasional, penduduk usia muda 15-29 tahun
yang bekerja adalah pendongkrak peningkatan pendapatan per kapita. Mereka
menjadi bagian transisi demografi Indonesia karena perubahan struktur umur
penduduk dan jenis kelamin akibat menurunnya angka kelahiran dan angka kematian
bayi, serta meningkatnya usia harapan hidup terus-menerus dalam 30 tahun
terakhir.
Meneropong Indonesia 2025, salah satu keuntungan negeri ini adalah bonus demografi (demographic dividend) karena perubahan struktur umur penduduk dan menurunnya rasio ketergantung berdasarkan umur (age dependency ratio), yaitu perbandingan antara jumlah penduduk anak-anak (di bawah usia 15 tahun) dan penduduk lansia (di atas 65 tahun) terhadap populasi usia kerja (15-64 tahun).
Besarnya populasi usia kerja tersebut merupakan pemicu pertumbuhan
ekonomi. Pengurangan jumlah anak meningkatkan pendapatan per kapita, sementara
besarnya jumlah penduduk usia kerja mendorong peningkatan pendapatan per
kapita.
Peningkatan usia harapan hidup juga meningkatkan pendapatan per kapita meski kemudian meningkatnya jumlah lansia menurunkan pendapatan tersebut.
Banyak negara menjadi kaya karena berhasil memanfaatkan jendela
peluang bonus demografinya untuk melentingkan kemampuan ekonomi dan
kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi, kemudian ledakan jumlah lansia, seperti
di Jepang dan Eropa barat, membengkakkan biaya jaminan sosial, terutama
pensiun.
Biaya itu harus dipikul penduduk usia kerja, antara lain, melalui
pajak. Akibatnya, pendapatan per kapita menurun, begitu pula kesempatan
menabung.
Di Indonesia, pada tahun 1971 setiap 86 anak ditanggung 100
pekerja dan pada 2010 rata-rata 51 anak ditanggung 100 pekerja. Bila keadaan
ini terus berlanjut, pada 2020-2030 akan terbuka jendela peluang (window of
opportunity) saat angka ketergantungan mencapai titik terendah, yaitu hanya 44
anak ditanggung tiap 100 pekerja. Setelah 2030, jendela peluang akan menyempit
karena meningkatnya jumlah lansia sehingga angka ketergantungn naik di atas 50.
Bonus demografi menjadi dasar meningkatkan produktivitas dan memicu pertumbuhan ekonomi melalui pemanfaatan sumber daya manusia. Saat tingkat fertilitas (jumlah kelahiran sepanjang hidup perempuan) turun, pertumbuhan pendapatan per kapita untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk usia anak-anak dapat dialihkan untuk peningkatan mutu manusia sebagai modal pembangunan. Pada saat yang sama, jumlah anak yang sedikit memberi perempuan peluang masuk pasar kerja sehingga meningkatkan tabungan keluarga.
Negara-negara dengan tingkat pendapatan yang layak, penduduknya
cenderung memiliki tingkat kelahiran yang lebih rendah daripada negara-negara
dengan tingkat kemakmuran yang tidak merata. Budaya dan agama merupakan
faktor-faktor yang penting serta mempengaruhi ukuran keluarga, tanpa
mengabaikan tingkat kesejahteraan dan pendidikannya dalam masyarakat. Hal-hal
lainnya tergantung pada kebijakan pemerintah masing-masing. Pada beberapa
dasawarsa yang lalu, beberapa negara sedang berkembang mulai mengambil langkah
untuk mengatasi masalah pertumbuhan penduduk yang cepat, melalui
kebijakan-kebijakan yang diambil untuk menekan kelahiran.
bonus demografi, sumber daya manusia merupakan salah satu aspek
terpenting dalam menghadapi persaingan di segala bidang. Pada era tersebut,
diperkirakan akan terjadi arus masuk barang maupun arus informasi yang berasal
dari luar negeri, bahkan masuknya tenaga kerja asing ke Indonesia yang tidak
dapat dibendung lagi.
Dalam menghadapi kompetisi global, dituntut sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kemampuan beradaptasi dengan dunia kerja, memiliki kecakapan hidup, yaitu berani menghadapi problem kehidupan dan secara proaktif dan kreatif mampu mencari solusi dan mengatasinya, memiliki jiwa kewirausahaan, yaitu mampu membuka lapangan pekerjaan sendiri berdasarkan keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki. Angkatan kerja dan lapangan kerja semakin kompleks, laju pertumbuhan penduduk semakin pesat, sehingga tidak ada keseimbangan antara jumlah angkatan kerja dengan lapangan kerja.Oleh karena itu, pembangunan pendidikan dituntut kearah penaggulangan secara terpadu dalam keseluruhan pembangunan nasional.
BAB III
Kesimpulan
Proses globalisasi dari sisi ekonomi merupakan sebuah
perubahan perekonomian dunia yang sifatnya itu mendasar dan akan terjadi terus
dalam laju yang semakin pesat mengikuti kemajuan teknologi yang juga semakin
pesat perkembangannya. Perkembangan tersebut sudah meningkatkan hubungan saling
ketergantungan dan juga semakin mempertajam persaingan antar negara.Globalisasi
ekonomi ditandai dengan semakin menipisnya batas-batas kegiatan ekonomi atau
pasar secara nasional atau regional, tetapi semakin mengglobal menjadi “satu”
proses yang melibatkan banyak negara dan AFTA merupkan salah satunya.
Menghadapi AFTA 2015 ibarat pertarungan tinju yang beda kelas
(amatir melawan profesional). Kalau boleh jujur, masyarakat Indonesia belum
sepenuhnya memahami dampak yang luar biasa dari AFTA 2015. Penyebab yang paling
mendasar adalah sosialisasi yang dilakukan pemerintah belum terasa gaungnya.
Jangankan di tingkat masyarakat kelas bawah, kalangan menengah ke atas pun
belum memahami sepenuhnya dampak yang luar biasa dari AFTA 2015. Padahal
pemahaman tentang berlakunya AFTA 2015 menjadikan masyarakat Indonesia untuk
mempersiapkan sejak dini agar menjadi pelaku yang mampu berdayasaing dalam
bidang ekonomi. Karena, menghadapi AFTA 2015 berarti siap menghadapi
liberalisasi ekonomi yang dirasa masyarakat Indonesia belum siap untuk
menerimanya.
Dalam AFTA ini peran UMKM lah yang sangat besar, sedangkan
para usahawan di negara Indonesia masih minim sekali sehingga perlu adanya
peran pemerintah untuk meningkatkannya. UMKM merupakan salah satu motor
pengerak perekonomian nasional. UMKM penting dilindungi dan dikembangkan
lebih besar untuk menopang pertumbuhan ekonomi masyarakat. Penguatan UMKM
mutlak dilakukan sebelum diberlakukannya AFTA di tahun 2015. Karena kita ingin
melihat UMKM nasional mampu menjadi tuan di negeri sendiri dan menjadi tamu
terhormat di negeri orang.Pemerintah dan pelaku bisnis harus siap menghadapinya dengan
mempersiapkan strategi bisnis dan khususnya SDM agar kita mampu bersaing dalam
skala dunia. Mutu SDM harus berorientasi kedepan, sebab itu continuous
learning, fokus pada tim, “empowerment, kreatif, mengaplikasi paradigma
Learning Organization, the rigth man on the right place, at the right time, and
at the rigth company perlu diaplikasi. Profesionalisme
manajemen, sistem informasi, budaya perusahaan yang tepat, pemanfaatan
teknologi, strategi fungsional lainnya perlu secara terpadu mendukung
pelaksanaan human resources practices yang sejalan dengan strategi SDM,
strategi perusahaan, misi dan visi, disertai kepemimpinan yang handal,
bermotivasi, berwawasan luas yang didukung oleh SDM yang berkualitas dan
berorientasi pada learning organization akan memungkinkan perusahaan menghadapi
persaingan bisnis dengan lebih percaya diri.Ditingkat makro, dalam
menghadapi tantangan globalisasi perusahaan atau pelaku bisinis, pemerintah dan
akademisi perlu mengembangkan tenaga kerja nasional melalui program-program
terpadu dan nyata seperti misalnya penyusunan kurikulum pendidikan yang mengacu
pada dunia usaha, dan pemberian pelatihan-pelatihan praktis. Kendati, tugas
cukup berat, kita harus optimis dan segera menentukan dan menjalankan strategi
yang tepat dalam meningkatkan mutu SDM/tenaga kerja ditingkat nasional kita
agar kita tidak tertinggal jauh dalam percaturan bisnis dunia.
SARAN
Jika Indonesia ingin sukses dalam AFTA Indonesia
adalah dengan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap produk nasional,
mereka harus mencintai produk nasional dari negaranya dahulu. Indonesia harus
memperbaiki kualitas dari barang yang akan di perjualbelikan di pasar bebas.
Tapi yang paling berpengaruh terhadap kesuksesan AFTA 2015 adalah kecintaan
masyarakat terhadap produk lokal/nasional dari
negaranya sendiri. Disini
dibutuhkan peran anggota masyarakatnya dalam mensukseskan AEC Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Hanantijo,
Djoko. Strategi Dalam Menghadapi Persaingan Global. Surakarta
2.
Masykur
Afandi, Moch. 2011. Peran Dan Tantangan Asean Economic Community (AEC) Dalam
Mewujudkan Integrasi Ekonomi Kawasan Di Asia Tenggara. Vol 8 No 1
3.
Salim,
Ubud. 2012. Mengkreasikan Revolusi Kewirausahaan Menerobos AFTA/ACFTA. Malang
4.
Arief.
2009. Peranan Teknologi Informasi Dalam Peningkatan Daya Saing Usaha Kecil
Menengah. ISSN : 1907-5022. Bandung
5.
Aspan,
Henry. 2011. Kebijakan Perdagangan Luar-Negeri Indonesia Dalam Menghadapi
Pemberlakuan Kesepakatan ASEAN Free Trade (AFTA). Vol 4 No.2. ISSN : 1979-5408.
Medan
6.
Anabarja,
Sarah. Kendala Dan Tantangan Indonesia dalam Mengimplementasikan ASEAN Free
Trade Menuju Terbentuknya ASEAN Economic Community. Jawa Timur
7.
Wibowo,
Arif. Kesiapan Konsumen Indonesia Dalam Menghadapi AFTA 2015
8.
Madjid,
Rachmawati. Kualitas Sumber Daya Manusia Dalam Menggapai Bonus Demografi
9.
Sihombing,
Jonker. 2013. Kerjasama ASEAN: Manfaat dan Tantangannya Bagi Indonesia. Law
Review Volume XIII No.2. Karawaci
10. Wr Rosidawati, Imas. Reinterpretasi
Globalisasi: Menuju Peningkatan Sumber Daya Manusia Dalam Masyarakat Indonesia
11. Soesastro, Hadi. 2004. Kebijakan
Persaingan, Daya Saing, Liberalisasi, Globalisasi, Regionalisasi dan Semua Itu.
WPE 082
12. Perhimpunan Mahasiswa Katolik RI.
2013. Mempersiapkan Generasi Muda Indonesia Yang Unggul Melalui Kaderisasi
Perhimpunan Yang Komprehensif Demi Optimalisasi Jendela Kesempatan 2020
13. Wazeli, Imam. Peran Strategi SDM Dalam
Menghadapi Persaingan Global
14. Isgiyarta, Jaka. Dampak AFTA dan NAFTA
Terhadap Imperialisme Ekonomi Global
15. Fatmawati, Sri. 2008. Kerjasama
Perdagangan Regional (AFTA): Kajian Ekonomi Terhadap Perdagangan Barang
Indonesia. Vol 2 No.2. Yogyakarta
Sumber : https://denichaalviana.wordpress.com/2014/07/26/globalisasi-dan-afta-2015/