Kamis, 26 Maret 2015

tugas softskill 2



Dede sumarni
31112780
3db10

                                         

  Makalah Perbankan di Era Globalisasi Dan AFTA 2015

 DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1.4 Tinjauan Literatur


BAB II PEMBAHASAN
2.1 Globalisasi dan AFTA.
2.2 Siapkah Indonesia menghadapi AFTA di tahun 2015?
2.3 Kekuatan Human Capital Indonesia di ASEAN
2.4 Kebijakan Pemerintah dan Daya Saing Indonesia di ASEAN
2.5 Pembangunan Infrastruktur
2.6 Langkah yang harus dilakukan Indonesia dalam mengahdapi AFTA 2015.
2.7 Bonus demografi Indonesia.


BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Globalisasi saat ini sangat di rasakan di berbagai negara, termasuk Indonesia. Di era globalisasi saat ini jarak dan waktu sudah tidak menjadi masalah lagi. Disamping itu kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan yang sangat berkembang dengan itu berbagai negara berlomba-lomba untuk membuat inovasi baru di berbagai bidang dan memajukan ilmu pengetahuan.
Adanya globalisasi juga berpengaruh kepada perekonomian Indonesia. ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya.
AFTA dibentuk pada waktu Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992. Awalnya AFTA ditargetkan ASEAN FreeTrade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia akan dicapai dalam waktu 15 tahun (1993-2008), kemudian dipercepat menjadi tahun 2003, dan terakhir dipercepat lagi menjadi tahun 2002. Skema Common Effective Preferential Tariffs For ASEAN Free Trade Area ( CEPT-AFTA) merupakan suatu skema untuk mewujudkan AFTA melalui : penurunan tarif hingga menjadi 0-5%, penghapusan pembatasan kwantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya.Perkembangan terakhir yang terkait dengan AFTA adalah adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor barang bagi Brunai Darussalam pada tahun 2010, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapura dan Thailand, dan bagi Cambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam pada tahun 2015.
AFTA ibarat dua mata pisau ibarat 2 buah mata pisau bagi Indonesia, bisa menjadi peluang yang membawa manfaat dan berkah (land of opportunities) juga bisa menjadi musibah  (loss of opportunities). Kita akan menjadi produsen yang banyak mengekspor atau justru menjadi sasaran empuk para importir.
Bagiamana nasib Indonesia nanti ketika ASEAN Free Trade Area (AFTA) 2015 mulai diberlakukan? Jika menyimak kondisi terakhir dewasa ini, boleh jadi Indonesia akan menjadi negara yang “gagap” menghadapi AFTA 2015 karena belum memiliki kesiap siagaan cukup kuat. Jangan-jangan, pemberlakukan AFTA 2015 nanti bisa menimbulkan “bencana” yang dapat menimbulkan banyak kerugian bagi masyarakat Indonesia.

RUMUSAN MASALAH
1. Apakah Indonesia siap melakukan AFTA tersebut ?
2. Apa hambatan Indonesia dalam menghadapi AFTA?
3. Langkah – langkah apa saja yang bisa diambil oleh Indonesia dalam menghadapi AFTA?
4. Adakah keunggulan demografi Indonesia dalam menghadapi AFTA 2015?

TUJUAN
1.Mengetahui Indonesia siap atau tidak dalam melakukan AFTA.
2.Mengetahui hambatan yang akan dialami Indonesia dalam menghadapi AFTA.
3.Mengetahui langkah-langkah yang diambil Indonesia untuk menghadapi AFTA.
4. Mengetahui apakah Indonesia mempunyai keunggulan dalam letak demografinya.

TINJAUAN LITERATUR
Globalisasi adalah meluas dan meningkatnya hubungan ekonomi, sosial dan budaya yang melewati batas-batas internasional. Hal ini terkait dengan konsep interdependensi yang berarti ketergantungan timbal balik: rakyat dan pemerintah dipengaruhi oleh apa yang terjadi di manapun, oleh tindakan rekan lainnya di negara lain. Dengan demikian, terjadi interaksi timbal balik dan integrasi antar actor-aktor yang melintasi batas-batas negara. Globalisasi merupakan suatu proses meletakkan dunia di bawah satu unit yang sama tanpa dibatasi oleh garis dan kedudukan geografi sebuah negara.
Melalui proses ini, dunia tidak lagi ada batas-batas sehingga memungkinkan interaksi diantara manusia dapat dilakukan dalam tempo yang singkat. Globalisasi juga dapat dipahami sebagai proses lahirnya suatu masyarakat global, suatu dunia yang terintegrasi secara fisik melampaui batas-batas negara, blok-blok ideologis dan lembaga-lembaga ekonomi politik. Secara preskripsi, globalisasi dapat dimaknai bahwa globalisasi meliputi liberalisasi pasar global dan pasar internasional dengan asumsi bahwa arus perdagangan bebas, modal dan informasi akan menciptakan hasil yang terbaik bagi pertumbuhan dan kemakmuran manusia.Dalam bidang ekonomi, perkembangan teknologi dan informasi mendorong pesatnya interaksi ekonomi antar negara melalui perdagangan, arus financial dan migrasi penduduk maupun perusahaan yang melahirkan integrasi ekonomi dunia. Globalisasi ekonomi ini bercirikan adanya unsur terpenting yakni proses globalisasi capital.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa globalisasi adalah munculnya masyarakat global yang menyatu dalam bidang ekonomi, politik, lingkungan dan kebudayaan yang mana dapat masyarakat di belahan dunia yang lain. Akibat perkembangan teknologi informasi, komunikasi, dan transportasi maka pertumbuhan ekonomi, politik, teknologi dan kebudayaan sangatlah cepat dengan aktor-aktor individu, komunitas, pengusaha, dan pemerintah di seluruh dunia yang saling terhubung.

Menurut Baylis dan Smith (2006), globalisasi dapat dijelaskan melalui aspek-aspek inheren yang menjelaskan globalisasi sebagai proses global yakni:
1.      Komunikasi : globalisasi merupakan proses yang ditandai maraknya pertumbuhan jaringan komputer, media elektronik dan sejenisnya yang memungkinkan terjadinya interaksi lintas batas dan limit waktu yang menakjubkan.
2.      Organisasi : globalisasi merupakan wujud perluasan organisasi dalam berbagai bidang dan lintas batas geografis dalam satu kepentingan yang sama. Perusahaan Multinasional, World Intellectual Property Organization merupakan representasi organisasi dengan aktivitas multilateral.
3.      Ekologi : isu global lingkungan menjadi tema bersama bagi seluruh bangsa di dunia sebagai persoalan yang membutuhkan jalan keluar bersama. Seperti masalah menipisnya lapisan ozon bumi, global warming, kerusakan hutan.
4.      Produksi : biasa dikenal produksi global atau pabrik global yang menciptakan hasil usaha melalui proses bertahap dan melibatkan banyak negara dalam penyelesaian proses hasil produksinya. Seperti produksi sepeda motor, mobil, microelektronik.
5.      Militer : tiada batas wilayah yang tidak dapat ditembus oleh kemampuan militer sebuah Negara atau organisasi internasional.
6.      Everyday thinking : masyarakat dunia baru menyadari apabila dunia ini benar-benar wilayah tunggal yang didiami secara bersama sejak diterbitkannya foto dunia yang diambil dari luar angkasa.

Globalisasi ekonomi dan sistem pasar bebas dunia menempatkan Indonesia bagian dari sistem tersebut. Pada kompetisi tingkat ASEAN saja, kita dituntut benar-benar siap, apalagi menghadapi persaingan dunia. Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta orang akan merupakan pangsa pasar yang potensial.
Bisnis baru akan banyak muncul, baik yang merupakan investasi dalam negeri maupun yang merupakan investasi modal asing. Fakta menunjukkan bahwa akhir-akhir ini Indonesia “kebanjiran” barang-barang luar negeri seperti dari Cina, Taiwan dan Korea yang relatif murah harganya. Dengan demikian, perusahaan-perusahaan Indonesia tidak hanya bersaing dengan perusahaan didalam negeri namun mereka mau tidak mau harus bersaing dengan perusahaan Multinasional dan perusahaan-perusahaan dari negara lain.
Perusahaan-perusahaan Indonesia dituntut mampu bersaing secara profesional pada skala dunia (global) supaya dapat tetap survive dan bahkan berkembang. Kotter (1992) mengingatkan bahwa globalisasi pasar dan kompetisi menciptakan suatu perubahan yang sangat besar. Strategi yang tepat harus diaplikasi untuk meraih keberhasilan melalui pemanfaatkan peluang-peluang yang ada pada lingkungan bisnis yang bergerak cepat dan semakin kompetitif.

Banyak perusahaan-perusahaan di dunia dan di Indonesia telah menyadari hal tersebut dan memilih strategi perusahaan yang tepat. Namun tidak sedikit pula dari mereka yang tidak memperhitungkan implikasi langsung strategi perusahaan tersebut terhadap sumber daya manusia.
Pembentukan AFTA ditujukan untuk meningkatkan daya tarik ASEAN sebagai basis produksi melalui pengembangan pasar regional. AFTA diwujudkan dengan cara menghilangkan hambatan-hambatan perdagangan, berupa tarif maupun non tarif dalam waktu 15 tahun kedepan terhitung tanggal 1 Januari 1993 dengan menggunakan skema Common Effective Preferential Tariff (CEPT) sebagai mekanisme utamanya.
Untuk memperbaiki dan memperkuat aturan-aturan pelaksanaan skema CEPT menjadi lebih menarik bagi para pebisnis dan investor potensial di kawasan, CEPT Rules of Origin serta Operational Certification Procedures telah direvisi dan mulai dilaksanakan pada 1 Januari 2004.

Hal-hal yang disempurnakan adalah:
1.      Metode standar penghitungan local/ASEAN content.
2.      Prinsip-prinsip penentuan biaya dari ASEAN serta pedoman untuk metodologi penghitungan biaya.
3.      Perlakuan terhadap barang-barang atau material lokal (locally-procured).
4.      Perbaikan terhadap proses verifikasi, termasuk verifikasi langsung (on-site verification).

Sidang AEM ke-38 bulan Agustus 2006 telah menyepakati untuk memberlakukan penghapusan hambatan non-tarif (non tariff barriers), mulai tanggal 1 Januari 2008 bagi ASEAN-5 (Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand), dan mulai tanggal 1 Januari 2010 bagi Filipina, serta tanggal 1 Januari 2013 bagi CLMV (Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam). Di bidang fasilitasi perdagangan, pada tahun 2006 ASEAN menyepakati beberapa kebijakan, yaitu: harmonisasi “tariff nomenclature” dengan penyeragaman sistem klasifikasi tarif; penyederhanaan dan penyelarasan prosedur pemeriksaan kepabeanan melalui ASEAN e-custom, ASEAN Single Window, , serta persetujuan ASEAN Customs Declaration Documents; dan perkembangan terakhir pelaksanaan AFTA ditandai dengan konversi dari ASEAN Harmonized Tariff Nomenclature (AHTN) 2002 ke AHTN tahun 2007, yang untuk sementara prosesnya telah diselesaikan oleh Indonesia dan Thailand.


BAB II PEMBAHASAN

Globalisasi dan AFTA.
Masyarakat di dunia saat ini sedang menghadapi globalisasi yang semakin deras dan kesepakatan pasar bebas yang semakin meluas. Dengan adanya globalisasi jarak yang jauh dan waktu sudah tidak menjadi masalah lagi. Globalisasi adalah suatu keadaan yang mendunia dimana hubungan sosial dan saling ketergantungan antar negara dan antar manusia semakin besar, batas-batas kedaulatan suatu negara dan bangsa menjadi kabur serta keputusan atau kegiatan dibelahan dunia yang satu dapat mempengaruhi keputusan belahan dunia yang lain.

Proses globalisasi dari sisi ekonomi merupakan sebuah perubahan perekonomian dunia yang sifatnya itu mendasar dan akan terjadi terus dalam laju yang semakin pesat mengikuti kemajuan teknologi yang juga semakin pesat perkembangannya. Perkembangan tersebut sudah meningkatkan hubungan saling ketergantungan dan juga semakin mempertajam persaingan antar negara.
Globalisasi ekonomi ditandai dengan semakin menipisnya batas-batas kegiatan ekonomi atau pasar secara nasional atau regional, tetapi semakin mengglobal menjadi “satu” proses yang melibatkan banyak negara.Suka atau tidak suka semua negara akan terikat oleh sistem ekonomi global. AFTA (Asean Free Trade Area) merupakan contoh, siap atau tidak siap tidak ada lagi alasan dan juga tidak ada lagi jalan tikus bagi Indonesia untuk menghindarkan diri dari AFTA.

AFTA adalah adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor barang bagiBrunai Darussalam pada tahun 2010, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapura dan Thailand,dan bagi Cambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam pada tahun 2015. Kerjasama AFTA bertujuan untuk meningkatkan daya saing produk ASEAN di pasar dunia danmenciptakan pasar seluas-luasnya untuk menstimulus peningkatan FDI (Foreign Direct  Investment ) di kawasan Asia Tenggara. Kerjasama ini pada awalnya hanya beranggotakan enam negara yaitu Indonesia, Singapura, Brunei Darussalam, Thailand, Filipina, dan Malaysia. Tetapi pada perkembangannya, AFTA memperluas keanggotaanya dengan masuknya anggota baru yaitu Vietnam (1995), Laos dan Myanmar (1997), serta Kamboja (1999).
Globalisasi ekonomi dan sistem pasar bebas dunia menempatkan Indonesia bagian dari sistem tersebut. Pada kompetisi tingkat ASEAN saja, kita dituntut benar-benar siap, apalagi menghadapi persaingan dunia. Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta orang akan merupakan pangsa pasar yang potensial. Bisnis baru akan banyak muncul, baik yang merupakan investasi dalam negeri maupun yang merupakan investasi modal asing. Fakta menunjukkan bahwa akhir-akhir ini Indonesia “kebanjiran” barang-barang luar negeri seperti dari Cina, Taiwan dan Korea yang relatif murah harganya. Dengan demikian, perusahaan-perusahaan Indonesia tidak hanya bersaing dengan perusahaan didalam negeri namun mereka mau tidak mau harus bersaing dengan perusahaan Multinasional dan perusahaan-perusahaan dari negara lain.
Perusahaan-perusahaan Indonesia dituntut mampu bersaing secara profesional pada skala dunia (global) supaya dapat tetap survive dan bahkan berkembang. Kotter (1992) mengingatkan bahwa globalisasi pasar dan kompetisi menciptakan suatu perubahan yang sangat besar. Strategi yang tepat harus diaplikasi untuk meraih keberhasilan melalui pemanfaatkan peluang-peluang yang ada pada lingkungan bisnis yang bergerak cepat dan semakin kompetitif.

Banyak perusahaan-perusahaan di dunia dan di Indonesia telah menyadari hal tersebut dan memilih strategi perusahaan yang tepat. Namun tidak sedikit pula dari mereka yang tidak memperhitungkan implikasi langsung strategi perusahaan tersebut terhadap sumber daya manusia.
Globalisasi adalah suatu kenyataan dan akan mempunyai dampak langsung maupun tidak langsung pada kebanyakan aspek bisnis di Indonesia. Untuk memenangkan persaingan di pasar global, perusahaan harus berupaya antara lain dalam layanan yang luar biasa pada pelanggan, pengembangkan kemampuan-kemampuan baru, produk baru yang inovatif, komitmen karyawan/wati, penge¬lolaan perubahaan melalui kerja sama kelompok. Perusahaan ditun¬tut berpikir global (think globally dan act locally) serta mempunyai visi dan misi yang jauh berwawasan ke depan.


Siapkah Indonesia menghadapi AFTA di tahun 2015?
Berlakunya AFTA 2015 akan memberikan dampak yang serius terhadap perekonomian Indonesia. Indonesia harus memaksa dirinya untuk menjadi negara yang mampu berdayasaing tinggi dengan negara-negara anggota ASEAN lainnya. Banyak kalangan yang beranggapan, bahwa Indonesia belum seratus persen siap menghadapi AFTA 2015.
Menghadapi AFTA 2015 ibarat pertarungan tinju yang beda kelas (amatir melawan profesional). Kalau boleh jujur, masyarakat Indonesia belum sepenuhnya memahami dampak yang luar biasa dari AFTA 2015. Penyebab yang paling mendasar adalah sosialisasi yang dilakukan pemerintah belum terasa gaungnya. Jangankan di tingkat masyarakat kelas bawah, kalangan menengah ke atas pun belum memahami sepenuhnya dampak yang luar biasa dari AFTA 2015. Padahal pemahaman tentang berlakunya AFTA 2015 menjadikan masyarakat Indonesia untuk mempersiapkan sejak dini agar menjadi pelaku yang mampu berdayasaing dalam bidang ekonomi. Karena, menghadapi AFTA 2015 berarti siap menghadapi liberalisasi ekonomi yang dirasa masyarakat Indonesia belum siap untuk menerimanya.
Menurut saya, saya meragukan Indonesia akan siap dan mempu bersaing dengan negara lain di ASEAN, karena daya saing produk ataupun sumber daya manusia yang masih kalah bersaing dengan produk impor lainnya, dan dikhawatirkan dari produk import itu akan mematikan produk dalam negeri. Minimnya fasilitas, masih terbengkalainya penyediaan sarana infrastruktur, dan lemahnya daya saing, serta ketergantungan terhadap barang import yang menjadi alasannya.

Kalau kita belum siap menghadapinya, Indonesia akan dihajar habis oleh negara lain di ASEAN, seperti Thailand, Singapura yang telah mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya dalam menghadapai AFTA 2015 sejak dini. Seperti di Negara Thailand, sosialisasi terhadap masyarakat pun dilakukan secara besar-besaran di berbagai media. Kalau Indonesia? Nanti dulu. Hanya sebatas di forum-forum resmi yang hanya diketahui kalangan intelektual saja. Kita lebih mengetahui tentang gaungnya Piala Dunia 2014 dan Pemilu 2014.
Ketidaksiapan Indonesia menghadapi AFTA 2015 akan memberikan bencana perekonomian. Lalu-lintas produk negara-negara ASEAN yang diklaim lebih berkualitas akan menggeser daya saing produk Indonesia.

Bagi yang tidak memiliki kesiapsiagaan (modal kuat, pengetahuan dan kreatifitas) boleh jadi akan “hangus” disapu oleh awan panas  yang meletup dari “Gunung Globalisasi” dan “Gunung AFTA 2015″.
Wakil Sekjen Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Franky Sibarani mengatakan, pelaksanaan Komunitas Ekonomi Asean (Asean Economic Community/AEC) pada Desember 2015 bisa menjadi awal lonceng kematian bagi industri nasional Bahkan, dampaknya dikhawatrikan lebih parah jika dibandingkan dengan pelaksanaan kerja sama perdagangan bebas Asean-Tiongkok (Asean-China Free Trade Agreement/ACFTA) yang dimulai 1 Januari 2010. “Hal itu akan terjadi jika tidak ada persiapan yang matang sejak sekarang,” ujar Franky dalam keterangannya. Menurut dia, dalam pelaksanaan ACFTA, Indonesia setidaknya bisa merasakan manfaat dengan terbukanya potensi akses pasar ke Tiongkok yang memiliki 1,4 miliar jumlah penduduk. Sedangkan dalam rencana AEC, Indonesia justru berpotensi menjadi pasar besar bagi negara Asean lainnya karena memiliki penduduk 40% dari total populasi Asean. Apalagi, AEC menjadikan Asean sebagai pasar tunggal. ( Dikutip dari : kemenperin.go.id ).
Meskipun begitu Indonesia jangan berbangga hati dulu karena masih banyak kendala dan kelemahan yang dimiliki diantaranya daya saing, infrastruktur yang dianggap masih dian lemah, sumber daya manusianya yang masih banyak yang belom berkualitas.
Jika menyimak kondisi terakhir dewasa ini, boleh jadi Indonesia akan menjadi negara yang “gagap” menghadapi AFTA 2015 karena belum memiliki kesiap siagaan cukup kuat.
Nah dibawah ini adalah uraian hambatan yang dihadapi oleh Indonesia dan harus dibenahi secepatnya.

Kekuatan Human Capital Indonesia di ASEAN
Walau memiliki jumlah penduduk paling besar di ASEAN, jika dari sisi kekuatan human capital, Indonesia terbilang masih tertinggal dengan beberapa negara tetangga. Hal itu dapat dilihat dari angka Human Development Index (HDI) yang diukur berdasarkan beberapa indikator (pendidikan, angka harapan hidup dan pendapatan nasional). Memang benar, dalam beberapa tahun terakhir ini angka HDI Indonesia yang diumumkan secara rutin oleh United Nations Development Programme (UNDP) terus mengalami peningkatan. Namun angka HDI Indonesia terbilang masih rendah, yakni hanya sebesar 0,629 dan tergabung dalam kelompok negara dengan HDI katagori Medium human development.
Description: https://denichaalviana.files.wordpress.com/2014/07/072614_0349_globalisasi2.jpg?w=584
Sumber : Human Development Report 2013 UNDP
Dari tabel di atas terlihat jelas, dari 10 negara lainnya di Asia Tenggara, HDI Indonesia hanya berada pada urutan ke-6 di Asia Tenggara dengan ranking HDI pada urutan ke-121 di dunia (berdasar perhitungan UNDP). Meski Indonesia memiliki sumber daya alam yang banyak dan lebih besar, HDI Indonesia masih jauh dibawah Singapura yang memiliki HDI=0,895 dengan ranking 18 dan Brunei HDI=0,855 dengan ranking=30 yang bisa tampil sangat baik dalam kelompok negara dengan HDI katagori Very high human development.
Sedang human capital yang dimiliki Malaysia juga cukup jauh di atas Indonesia karena memiliki angka HDI sebesar 0,769 (ranking=64) dan tergolong dalam kelompok negara dengan HDI katagori High human development. Thailand, Philipina dan Indonesia memang sama–sama tergabung dalam kelompok negara dengan HDI katagori Medium human development. Namun HDI Thailand dan Philipina masih berada di atas Indonesia. Kondisi tersebut tentu sangat memprihatinkan karena human capital yang dimiliki Indonesia hanya sedikit di atas Timor Leste, Kamboja dan Myanmar. Pendek kata, dari sisi human capital dalam menghadapi AFTA 2015, Indonesia masih lemah atau kalah kuat dengan Singapura, Brunei, Malaysia, Thailand dan Philipina.

Kualitas manusia yang baik akan memungkinkan penggunaan teknologi baru yang bisa meningkatkan kualitas dan produktivitas kerja. Keadaan tersebut dapat menekan biaya produksi yang sangat penting yang dapat meningkatkan daya saing komoditi yang dihasilkan.
Seperti yang diuraikan diatas Indonesia itu adalah negara ASEAN yang mempunyai penduduk terbesar. Tetapi tidak dapat disangkal bahwa kualitas sumber daya manusia Indonesia masih jauh lebih rendah dari rata-rata negara ASEAN. Keadaan itu dikarenakan fasilitas pendidikan yang kurang memadai dan juga penguasaan bahasa asing yang masih menjadi kendala sehingga transfer ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi lambat.


Kebijakan Pemerintah dan Daya Saing Indonesia di ASEAN
Selain memiliki human capital yang masih lemah, kebijakan pembangunan pemerintah Indonesia sendiri belum benar-benar memiliki keberpihakan kepada kepentingan publik. Dari politik anggaran misalnya, berdasar penelitian penulis di berbagai daerah, alokasi dana APBD cenderung dihabiskan untuk memenuhi kebutuhan rutin aparatur daerah, terutama untuk memenuhi belanja pegawai. Sedang alokasi dana APBD untuk pembangunan infrastruktur fisik (pendidikan, jalan, jembatan dan teknologi) rata-rata masih jauh lebih kecil dari belanja pegawai. Bahkan, banyak daerah yang terancam bangkrut karena alokasi belanja pegawai sangat besar mencapai sekitar 70% dari total APBD.
Dari sisi dukungan infrastruktur terhadap usaha kecil di Indonesia masih tergolong belum baik. Dalam penyaluran kredit perbankan misalnya, dari 56,5 juta Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Indonesia baru sekitar 14,69% yang dapat memperoleh pinjaman bunga lunak dari Program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Sementara kebijakan pemerintah juga dinilai kurang berpihak sektor UKM jika melihat penyusunan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Bahkan, MP3EI malah dianggap berlawanan dengan UUD 1945, khusuhnya terkait pemain ekonomi yang diakui negara.
Dari sisi kultur birokrasi, proses pelayanan publik masih sering dikeluhkan lamban dan hal itu diperparah lagi kuatnya perilaku korupsi aparatur pemerintah. Tengok saja angka Corruption Perceptions Index (CPI) 2013 yang dikeluarkan Transparency International, Indonesia masih tergolong kuat korupsinya.

Sumber Corruption Perception Index (CPI) 2013.Faktor-faktor yang menyebabkan daya saing Indonesia terus menurun disamping investor yang tak kunjung datang disebabkan infrastuktur yang buruk, ketidakefisienan birokrasi, keterbatasan akses pendanaan, kebijakan tidak stabil/ inkonsistensi kebijakan, stabilitas ekonomi makro, pendidikan dasar dan kesehatan dan kesiapan ekonomi.

Pembangunan Infrastruktur
Salah satu kendala tersebut adalah kendala pembangunan infrastruktur. Pemerintah belum berhasil dalam pembangunan infrastuktur seperti pembangunan infrastruktur untuk transportasi massal yang terintegrasi dan infrastruktur transportasi umumnya untuk keseluruhan wilayah Indonesia. Kegagalan pembangunan infrastuktur tersebut berdampak pada high cost economy dan lemahnya daya saing produk Indonesia di luar negeri. Artinya, pada MEA 2015 nanti Indonesia hanya menjadi surga bagi produk asing tetapi tidak mampu bersaing dengan negara ASEAN lain dalam meraih investasi asing langsung karena lemahnya daya saing daerah akibat terkendalanya pembangunan infrastruktur.
Kendala pembangunan infrastruktur disebabkan antara lain oleh faktor korupsi yang relatif tinggi hingga 40% yang terjadi di birokrasi, kendala pembebasan lahan, infrastruktur, pendanaan dan biaya logistik. Rata-rata biaya logistik di Indonesia 17% dari total biaya produksi, sedangkan Singapura hanya 6% dan Malaysia 8%.
Sebenarnya untuk kendala pembebasan lahan, pemerintah sudah mengatasinya dengan munculnya UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, dimana yang dimaksud dengan tanah untuk kepentingan umum di antaranya adalah tanah yang dimanfaatkan untuk jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas operasi kereta api, pelabuhan dan bandar udara. Namun hingga sekarang, UU tersebut belum cukup ampuh untuk penyediaan tanah bagi pembangunan infrastruktur. Kendala lainnya adalah rendahnya kemampuan pemerintah dalam mengalokasikan anggaran belanja termasuk belanja modal.


Langkah yang harus dilakukan Indonesia dalam mengahdapi AFTA 2015.
Sumber Daya Manusia.

Peningkatan pengembangan sumber daya manusia perlu dilakukan semaksimal mungkin. Dengan sumber daya manusia yang berkualitas Indonesia dapat memanfaatkan kondisi persaingan yang semakin meningkat.
Dalam rangka menghadapi AFTA usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia harus lebih ditingkatkan. Dalam hal ini adalah kebijakan pengembangan pendidikan merupakan bagian yang sangat penting terutama yang meyangkut dengan keterampilan.
Disini dapat dilakukan dengan pengembangan sekolah kejuruan dan politeknik perlu perhatian yang lebih besar dalam menyiapkan tenaga kerja yang berpengetahuan dan terampil.Disamping itu juga peningkatan kesehatan masyarakat juga sangat penting dalam meningkatkan produktivitas kerja.

Meningkatkan efisiensi dalam negeri.
Usaha yang harus dilakukan untuk meningkatkan daya saing komoditi ekspor Indonesia dipasar komoditi adalah melalui peningkatan efisiensi produksi dalam negeri. Dengan cara itu biaya produksi rata-rata dari setiap produk dapat ditekan serendah mungkin. Selain itu akan memungkinkan Indonesia untuk menekan harga jual luar negeri sehingga daya saing komoditi akan lebih kuat.
Kondisi yang diinginkan adalah adanya persaingan yang sehat antara sesame pengusaha dan tidak ada distorsi harga bahan baku. Selain itu, biaya non produksi harus dikurangi sebanyak mungkin sehingga biaya produksi secara keseluruhan dapat ditekan.
Dengan ditekannya harga bahan baku biaya produksi secara umum dapat ditekan yang pada gilirannya akan berpengaruh besar terhadap daya saing komoditi tersebut di luar negeri.

Melakukan pembentukan organisasi pelaksana AFTA.
AFTA merupakan kegiatan baru dalam kerjasama ASEAN yang tentu saja harus didukung oleh struktur organisasi yang kuat agar pelaksanaannya dapat berjalan dengan lancar. Struktur organisasi yang kuat sangat diperlukan karena AFTA harus dilaksanakan dengan aik, adil dan terarah sehingga msing-masing negara dapat menikmati manfaatnya secara maksimal dan merata.
Diperlukan juga pengawasan yang ketat untuk menjaga jangan sampai terjadi kecurangan dalam melaksanakan perdagangan yang akan merugikan suatu negara. Organisasi atau komunitas ASEAN yang dibentuk adalah AEC. ASEAN Economic Community (AEC) akan menyebabkan lalu-lintas perdagangan bebas (AFTA) 2015 di kawasan ASEAN menjadi tanpa kendala.
AEC Blueprint merupakan pedoman bagi negara-negara anggota ASEAN dalam mewujudkan integrasi ekonomi kawasan. AEC Blueprint memuat empat pilar utama yaitu:
1.      ASEAN sebagai pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal yang didukung dengan elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran modal yang lebih bebas.
2.      ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi tinggi, dengan elemen peraturan kompetisi, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan intelektual, pengembangan infrastruktur, perpajakan, dan e-commerse.
3.      ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata dengan elemen pengembangan usaha kecil dan menengah, dan prakarsa integrasi ASEAN; dan
4.      ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan perekonomian global dengan elemen pendekatan yang koheren dalam hubungan ekonomi di luar kawasan, dan meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi global.

AEC dapat memberikan peluang bagi Indonesia pertama membuka peluang bagi Indonesia untuk memanfaatkan aliran modal yang masuk ke kawsan yang kemudian di tempatkan di asset berdominasi rupiah.
Yang kedua jika AEC 2015 sukses dilaksanakan maka akan menjadikan kawasan di ASEAN memiliki potensi ekonomi yang tinggi dan tentu saja hal tersebut banyak menarik minat para investor untuk menanamkan modalnya di kawasan ASEAN.
Yang ketiga dengan adanya AEC juga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia dan negara lainnya yang berada di kawasan ASEAN. Dengan adanya pembentukan pasar yang lebih besar dapat membuka lapangan pekerjaan yang lebih luas di kawasan ASEAN dan diharapakan hal tersebut dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di negaranya.
Yang keempat kawasan di ASEAN merupakan negara pengekspor sumber daya alamnya maupun barang elektronik. Diharapkan dengan meningkatnya harga komoditas di pasar dunia, maka akan menciptakan surplus transaksi perdagangan di kawasan ASEAN.
Kelima terbukanya peluang pemanfaatan teknologi diantara negara anggota.

Perbaikan dalam bidang keamanan dan pengawasan makanan.
Menurut saya dalam hal ini pengawasan keamanan pangan di Indonesia sangat lemah. Karena apa? Karena banyak buah import dan makanan lainnya yang masuk ke Indonesia yang mengandung formalin tidak terdeteksi oleh lembaga pengawasan dan keamanan pangan Indonesia.
Selain buah juga ada sayuran import yang memiliki kadar pestisida yang tinggi yang lepas dari lembaga pengawasan dan keamanan pangan. Pasar Bebas ASEAN memang masih di tahun 2015. Tetapi tidak dapat dipungkiri, produk-produk negara ASEAN sudah masuk ke Indonesia, termasuk buah, sayuran segar, dan pangan lainnya. Nah, jika pemerintah sudah lemah pengawasannya, tentu kita lah sebagai konsumen yang pro-aktif melindungi diri kita sendiri dan perlu adanya peran dari kementrian pertanian Indonesia yang perlu diperketat di pintu masuk import, sebelum barang tersebut masuk ke supermarket Indonesia dan menjadi konsumsi masyarakatnya sebaiknya melakukan pengujian terhadap barang ataupun bahan makanan yang akan masuk ke Indonesia.

Mengkreasikan kewirausahaan/UMKM .
Para pemimpin seharusnya yakin bahwa kewirausahaan mampu untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.hal ini juga harus diikuti dengan para pemimpin bisnis dan wirausahawan yang kreatif.
Di Indonesia UKM mempunyai peranan yang perannya dalam penciptaan atau pertumbuhan strategis dalam pembangunan, hal ini ditunjukkan kesempatan kerja dan sebagai salah satu sumber dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang penting bagi pertumbuhan Produk Domestik Bruto Nasional (RPJPN) 2005-2025 yang dinyatakan bahwa untuk memperkuat daya saing bangsa salah satu kebijakan pembangunan dalam jangka panjang adalah memperkuat perekonomian domestic berbasis keunggulan masing-masing wilayah menuju keunggulan kompetitif. Namun untuk menghadapi krisis ekonomi global dan perdagangan bebas multilateral (WTO), regional (AFTA), kerjasama informal APEC, dan ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun 2015, UKM dituntut untuk melakukan pembahan guna meningkatkan daya saingnya agar dapat terus berjalan dan berkembang. Salah satunya adalahdengan cara menggunakan teknologi informasi (TI).
Penggunaan Tl dapat meningkatkan transformasi bisnis melalui kecepatan, ketepatan dan efisiensi pertukaran informasi dalam jumlah yang besar. Studi kasus di Eropa juga menunjukkan bahwa lebihdari 50% produktifitas dicapai melalui investasi di bidang TI. UKM dikatakan memiliki daya saing global apabila mampu menjalankan operasi bisnisnya secara reliable, seimbang, dan berstandar tinggi.
Berbagai kelemahan UMKM perlu segera diperbaiki. Berdasar data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KUKM) tahun 2011, usaha mikro 98,82%, kecil 1,09%, menengah 0,08%, dan usaha besar hanya 0,01%. Sementara itu, sumbangan sektor tersebut ke produk domestik bruto (PDB): usaha mikro 29,74%, kecil 10,46%, menengah 14,53%, dan usaha besar mencapai 45,27%. Ini menunjukkan kinerja UMKM belum sesuai harapan. Hal pertama yang perlu dibenahi adalah inovasi yang lemah.
Padahal, inovasi itu adalah kunci utama memenangkan persaingan. Untuk sektor pangan contohnya, kemasan produk pangan dari Malaysia jauh lebih baik dan didesain menarik dibanding produk kita. Dan di pasar swalayan banyak dijumpai produk Malaysia bersertifikat mutu internasional, sedangkan produk UMKM kita tampil apa adanya. Meski produk berfungsi sama, variasi produk, daya tarik kemasan menjadi faktor pembeda yang mempengaruhi keputusan pembelian. Ini perlu disadari UMKM Indonesia dan segera dibenahi agar bersaing di tingkat global.
Sedikit sekali UMKM dijalankan anak muda. Golongan muda lebih mengandalkan ijazah mereka untuk bekerja daripada mencoba berusaha sendiri. Berbagai latihan ketrampilan, manajemen, dan diklat teknis lain sesuai kebutuhan penting diadakan periodik. Dalam jangka pendek, SDM diperkuat dengan pendampingan terintegrasi.

UMKM merupakan salah satu motor pengerak perekonomian nasional. UMKM penting dilindungi dan dikembangkan lebih besar untuk menopang pertumbuhan ekonomi masyarakat. Penguatan UMKM mutlak dilakukan sebelum diberlakukannya AFTA di tahun 2015. Karena kita ingin melihat UMKM nasional mampu menjadi tuan di negeri sendiri dan menjadi tamu terhormat di negeri orang.Contohnya adalah :

Industri kreatif kaos oblong.
Produk industri kreatif kaos oblong di Indonesia dapat bersaing, karena keunikan tema yang diusung. Joger sudah menjadi oleh-oleh khas Bali. Belum ke Bali, jika belum berkunjung dan berbelanja produk Joger.
Selain itu, kekhasan lokal dapat pula diolah menjadi pembeda produk kaos oblong dibandingkan dengan negara-negara lain. Produk kaos distro tetap dinanti konsumen, karena produsen giat melakukan penggalian budaya lokal yang dikemas ulang supaya berterima di kalangan konsumen muda, contoh: Ojie Oblong yang produk kaos distro yang mengusung ikon, simbol dan kode tanda kebudayaan Betawi, Disun (Distro Sunda) yang mengusung kearifan lokal kebudayaan sunda, Mahanagari merupakan cerminan apa yang ada di Kota Bandung: distro ini berusaha untuk mendidik masyarakat Bandung sendiri tentang kotanya.
Selain itu, produk kaos distro dapat mengusung tema keagamaan. Melihat mayoritas penduduk Indonesia beragama muslim, Ada brand bernama Ralij yang berkarakter muslim. Relight The Spirit of Our Religion, demikian kepanjangan dari Ralij. Produk Ralij sudah menembus pasar Malaysia, Brunei Darussalam dan beberapa negara di semenanjung Arab yang terdapat banyak pemeluk agama islamnya. Tiap daerah dapat membentuk karakter kaos oblong yang menjadi ciri khas agar menjadi identitas pembeda dalam memasarkan produknya di AFTA.

Kekayaan budaya Indonesia yang kaya dapat terus didorong agar lebih berani ditampilkan dalam produk-produk industri kreatif busana, garmen dan label kaos oblong. Jika mendiang Nelson Mandela saja bangga dan percaya diri mengenakan batik. Itu dapat disimpulkan, jika produk budaya Indonesia sudah diakui di pentas dunia. Jadi, mari menatap AFTA 2015 dengan percaya diri bahwa produk-produk industri kreatif Indonesia mampu bersaing.

Industri Kreatif dan Perancang Busana Indonesia
Geliat industri kreatif di Indonesia kini membuat pemerintah cepat tanggap. Pemerintah Republik Indonesia membentuk kemenparekraf (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif). Di bawah koordinasi kemenparekraf dipetakan kekuatan dan peluang industri kreatif di Indonesia.
Industri kreatif Indonesia punya kekuatan dan potensi dalam untuk bersaing di AFTA 2015. Didiet Maulana dengan tenun ikatnya mampu bersaing di kancah global, bahkan melalui lini produknya IKAT dikenakan sebagai pakaian resmi di peserta APEC 2013. Masih ingat dengan mendiang Nelson Mandela? Ia salah satu tokoh dunia yang cinta dengan batik dan selalu mengenakan batik di acara-acara resmi. Mandela mulai mengenal batik saat ia hadir di pertemuan APEC di Bogor, sejak itu batik justru identik dengan Mandela.
Film Catching Fire yang diangkat dari novel trilogi (Hunger Games, Catching Fire dan Mockingjay) Suzanne Collins merekam kisah sukses perancang muda Indonesia. Ia adalah Tex Saverio. Pemeran utama film tersebut, Katniss mengenakan gaun-gaun yang dirancang oleh Tex Saverio. Sebelumnya, Tex Saverio sudah mencetak prestasi internasional saat gaunnya dikenakan oleh Lady Gaga untuk pemotretan majalah Harpers Bazaar.

Melihat contoh dari sedikit perancang busana tersebut tidak berlebihan rasanya, jika industri kreatif Indonesia dalam bidang busana dapat bersaing di AFTA 2015.Keunikan dan ciri khas para perancang busana dalam menggali nilai-nilai lokal dapat memberikan positioning dan differentiation dibandingkan negara-negara peserta AFTA. Untuk mendukung industri kreatif di bidang busana pemerintah RI perlu membangun sinergi dengan para perancang yang menggunakan keunikan lokal dalam menghasilkan karya. Tenun ikat, batik, serat alami, sarung, kain songket beberapa contoh kekhasan Indonesia yang dapat dijadikan pembeda dengan produk-produk para negara pesaing.

Bonus demografi Indonesia.
Bonus demografi yang besar sudah sewajarnya dimaksimalkan oleh pemerintah RI. Jika negara lain saja, tidak ingin melewatkan kesempatan terhadap jumlah penduduk Indonesia yang besar dalam rangka memasarkan produk atau jasa, agak membingungkan kalau pemerintah RI justru menyia-yiakan bonus demografi tersebut. Jumlah penduduk 250 juta merupakan salah satu daya saing untuk menarik investor dalam dan luar negeri.
Bonus demografi akan menjadi kesempatan berharga dan peluang bagi negara yang sedang berkembang seperti Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraan. Dalam hitungan ekonomi nasional, penduduk usia muda 15-29 tahun yang bekerja adalah pendongkrak peningkatan pendapatan per kapita. Mereka menjadi bagian transisi demografi Indonesia karena perubahan struktur umur penduduk dan jenis kelamin akibat menurunnya angka kelahiran dan angka kematian bayi, serta meningkatnya usia harapan hidup terus-menerus dalam 30 tahun terakhir.

Meneropong Indonesia 2025, salah satu keuntungan negeri ini adalah bonus demografi (demographic dividend) karena perubahan struktur umur penduduk dan menurunnya rasio ketergantung berdasarkan umur (age dependency ratio), yaitu perbandingan antara jumlah penduduk anak-anak (di bawah usia 15 tahun) dan penduduk lansia (di atas 65 tahun) terhadap populasi usia kerja (15-64 tahun).
Besarnya populasi usia kerja tersebut merupakan pemicu pertumbuhan ekonomi. Pengurangan jumlah anak meningkatkan pendapatan per kapita, sementara besarnya jumlah penduduk usia kerja mendorong peningkatan pendapatan per kapita.

Peningkatan usia harapan hidup juga meningkatkan pendapatan per kapita meski kemudian meningkatnya jumlah lansia menurunkan pendapatan tersebut.
Banyak negara menjadi kaya karena berhasil memanfaatkan jendela peluang bonus demografinya untuk melentingkan kemampuan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi, kemudian ledakan jumlah lansia, seperti di Jepang dan Eropa barat, membengkakkan biaya jaminan sosial, terutama pensiun.
Biaya itu harus dipikul penduduk usia kerja, antara lain, melalui pajak. Akibatnya, pendapatan per kapita menurun, begitu pula kesempatan menabung.
Di Indonesia, pada tahun 1971 setiap 86 anak ditanggung 100 pekerja dan pada 2010 rata-rata 51 anak ditanggung 100 pekerja. Bila keadaan ini terus berlanjut, pada 2020-2030 akan terbuka jendela peluang (window of opportunity) saat angka ketergantungan mencapai titik terendah, yaitu hanya 44 anak ditanggung tiap 100 pekerja. Setelah 2030, jendela peluang akan menyempit karena meningkatnya jumlah lansia sehingga angka ketergantungn naik di atas 50.

Bonus demografi menjadi dasar meningkatkan produktivitas dan memicu pertumbuhan ekonomi melalui pemanfaatan sumber daya manusia. Saat tingkat fertilitas (jumlah kelahiran sepanjang hidup perempuan) turun, pertumbuhan pendapatan per kapita untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk usia anak-anak dapat dialihkan untuk peningkatan mutu manusia sebagai modal pembangunan. Pada saat yang sama, jumlah anak yang sedikit memberi perempuan peluang masuk pasar kerja sehingga meningkatkan tabungan keluarga.

Negara-negara dengan tingkat pendapatan yang layak, penduduknya cenderung memiliki tingkat kelahiran yang lebih rendah daripada negara-negara dengan tingkat kemakmuran yang tidak merata. Budaya dan agama merupakan faktor-faktor yang penting serta mempengaruhi ukuran keluarga, tanpa mengabaikan tingkat kesejahteraan dan pendidikannya dalam masyarakat. Hal-hal lainnya tergantung pada kebijakan pemerintah masing-masing. Pada beberapa dasawarsa yang lalu, beberapa negara sedang berkembang mulai mengambil langkah untuk mengatasi masalah pertumbuhan penduduk yang cepat, melalui kebijakan-kebijakan yang diambil untuk menekan kelahiran.
bonus demografi, sumber daya manusia merupakan salah satu aspek terpenting dalam menghadapi persaingan di segala bidang. Pada era tersebut, diperkirakan akan terjadi arus masuk barang maupun arus informasi yang berasal dari luar negeri, bahkan masuknya tenaga kerja asing ke Indonesia yang tidak dapat dibendung lagi.

Dalam menghadapi kompetisi global, dituntut sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kemampuan beradaptasi dengan dunia kerja, memiliki kecakapan hidup, yaitu berani menghadapi problem kehidupan dan secara proaktif dan kreatif mampu mencari solusi dan mengatasinya, memiliki jiwa kewirausahaan, yaitu mampu membuka lapangan pekerjaan sendiri berdasarkan keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki. Angkatan kerja dan lapangan kerja semakin kompleks, laju pertumbuhan penduduk semakin pesat, sehingga tidak ada keseimbangan antara jumlah angkatan kerja dengan lapangan kerja.Oleh karena itu, pembangunan pendidikan dituntut kearah penaggulangan secara terpadu dalam keseluruhan pembangunan nasional.


BAB III
Kesimpulan
Proses globalisasi dari sisi ekonomi merupakan sebuah perubahan perekonomian dunia yang sifatnya itu mendasar dan akan terjadi terus dalam laju yang semakin pesat mengikuti kemajuan teknologi yang juga semakin pesat perkembangannya. Perkembangan tersebut sudah meningkatkan hubungan saling ketergantungan dan juga semakin mempertajam persaingan antar negara.Globalisasi ekonomi ditandai dengan semakin menipisnya batas-batas kegiatan ekonomi atau pasar secara nasional atau regional, tetapi semakin mengglobal menjadi “satu” proses yang melibatkan banyak negara dan AFTA merupkan salah satunya.

Menghadapi AFTA 2015 ibarat pertarungan tinju yang beda kelas (amatir melawan profesional). Kalau boleh jujur, masyarakat Indonesia belum sepenuhnya memahami dampak yang luar biasa dari AFTA 2015. Penyebab yang paling mendasar adalah sosialisasi yang dilakukan pemerintah belum terasa gaungnya. Jangankan di tingkat masyarakat kelas bawah, kalangan menengah ke atas pun belum memahami sepenuhnya dampak yang luar biasa dari AFTA 2015. Padahal pemahaman tentang berlakunya AFTA 2015 menjadikan masyarakat Indonesia untuk mempersiapkan sejak dini agar menjadi pelaku yang mampu berdayasaing dalam bidang ekonomi. Karena, menghadapi AFTA 2015 berarti siap menghadapi liberalisasi ekonomi yang dirasa masyarakat Indonesia belum siap untuk menerimanya.

Dalam AFTA ini peran UMKM lah yang sangat besar, sedangkan para usahawan di negara Indonesia masih minim sekali sehingga perlu adanya peran pemerintah untuk meningkatkannya. UMKM merupakan salah satu motor pengerak perekonomian nasional. UMKM penting dilindungi dan dikembangkan lebih besar untuk menopang pertumbuhan ekonomi masyarakat. Penguatan UMKM mutlak dilakukan sebelum diberlakukannya AFTA di tahun 2015. Karena kita ingin melihat UMKM nasional mampu menjadi tuan di negeri sendiri dan menjadi tamu terhormat di negeri orang.Pemerintah dan pelaku bisnis harus siap menghadapinya dengan mempersiapkan strategi bisnis dan khususnya SDM agar kita mampu bersaing dalam skala dunia. Mutu SDM harus berorientasi kedepan, sebab itu continuous learning, fokus pada tim, “empowerment, kreatif, mengaplikasi paradigma Learning Organization, the rigth man on the right place, at the right time, and at the rigth company perlu diaplikasi. Profesionalisme manajemen, sistem informasi, budaya perusahaan yang tepat, pemanfaatan teknologi, strategi fungsional lainnya perlu secara terpadu mendukung pelaksanaan human resources practices yang sejalan dengan strategi SDM, strategi perusahaan, misi dan visi, disertai kepemimpinan yang handal, bermotivasi, berwawasan luas yang didukung oleh SDM yang berkualitas dan berorientasi pada learning organization akan memungkinkan perusahaan menghadapi persaingan bisnis dengan lebih percaya diri.Ditingkat makro, dalam menghadapi tantangan globalisasi perusahaan atau pelaku bisinis, pemerintah dan akademisi perlu mengembangkan tenaga kerja nasional melalui program-program terpadu dan nyata seperti misalnya penyusunan kurikulum pendidikan yang mengacu pada dunia usaha, dan pemberian pelatihan-pelatihan praktis. Kendati, tugas cukup berat, kita harus optimis dan segera menentukan dan menjalankan strategi yang tepat dalam meningkatkan mutu SDM/tenaga kerja ditingkat nasional kita agar kita tidak tertinggal jauh dalam percaturan bisnis dunia.

SARAN
Jika Indonesia ingin sukses dalam AFTA Indonesia adalah dengan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap produk nasional, mereka harus mencintai produk nasional dari negaranya dahulu. Indonesia harus memperbaiki kualitas dari barang yang akan di perjualbelikan di pasar bebas. Tapi yang paling berpengaruh terhadap kesuksesan AFTA 2015 adalah kecintaan masyarakat terhadap produk lokal/nasional dari 
negaranya sendiri. Disini dibutuhkan peran anggota masyarakatnya dalam mensukseskan AEC Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
1.      Hanantijo, Djoko. Strategi Dalam Menghadapi Persaingan Global. Surakarta
2.      Masykur Afandi, Moch. 2011. Peran Dan Tantangan Asean Economic Community (AEC) Dalam Mewujudkan Integrasi Ekonomi Kawasan Di Asia Tenggara. Vol 8 No 1
3.      Salim, Ubud. 2012. Mengkreasikan Revolusi Kewirausahaan Menerobos AFTA/ACFTA. Malang
4.      Arief. 2009. Peranan Teknologi Informasi Dalam Peningkatan Daya Saing Usaha Kecil Menengah. ISSN : 1907-5022. Bandung
5.      Aspan, Henry. 2011. Kebijakan Perdagangan Luar-Negeri Indonesia Dalam Menghadapi Pemberlakuan Kesepakatan ASEAN Free Trade (AFTA). Vol 4 No.2. ISSN : 1979-5408. Medan
6.      Anabarja, Sarah. Kendala Dan Tantangan Indonesia dalam Mengimplementasikan ASEAN Free Trade Menuju Terbentuknya ASEAN Economic Community. Jawa Timur
7.      Wibowo, Arif. Kesiapan Konsumen Indonesia Dalam Menghadapi AFTA 2015
8.      Madjid, Rachmawati. Kualitas Sumber Daya Manusia Dalam Menggapai Bonus Demografi
9.      Sihombing, Jonker. 2013. Kerjasama ASEAN: Manfaat dan Tantangannya Bagi Indonesia. Law Review Volume XIII No.2. Karawaci
10.  Wr Rosidawati, Imas. Reinterpretasi Globalisasi: Menuju Peningkatan Sumber Daya Manusia Dalam Masyarakat Indonesia
11.  Soesastro, Hadi. 2004. Kebijakan Persaingan, Daya Saing, Liberalisasi, Globalisasi, Regionalisasi dan Semua Itu. WPE 082
12.  Perhimpunan Mahasiswa Katolik RI. 2013. Mempersiapkan Generasi Muda Indonesia Yang Unggul Melalui Kaderisasi Perhimpunan Yang Komprehensif Demi Optimalisasi Jendela Kesempatan 2020
13.  Wazeli, Imam. Peran Strategi SDM Dalam Menghadapi Persaingan Global
14.  Isgiyarta, Jaka. Dampak AFTA dan NAFTA Terhadap Imperialisme Ekonomi Global
15.  Fatmawati, Sri. 2008. Kerjasama Perdagangan Regional (AFTA): Kajian Ekonomi Terhadap Perdagangan Barang Indonesia. Vol 2 No.2. Yogyakarta

Sumber : https://denichaalviana.wordpress.com/2014/07/26/globalisasi-dan-afta-2015/